TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bappeda DKI Andi Baso Mappapoleonro menyatakan penurunan tanah di Jakarta sekitar 7 sentimeter per tahun. Dia menyebut dua faktor penyebabnya. "Sebesar 17 persen disumbang ekstraksi air tanah dan 83 persen akibat sebab alami," katanya saat menjadi pembicara dalam seminar di Universitas Tarumanegara, Jakarta, Sabtu, 19 April 2014. (Baca: Jokowi Curhat Soal Banjir Jakarta)
Warga tidak merasakan penurunan lahan karena turunnya pelan. Padahal, kata Andi. ini sangat mempengaruhi aktivitas kota, seperti drainase dan penanganan banjir. Lebih parah lagi, air tanah dangkal yang diminum warga sudah terkontaminasi oleh bakteri Coli.
Andi menjelaskan, tanah Jakarta berjenis tanah aluvial yang akan turun dari tahun ke tahun dengan sendirinya. Apalagi, beban pembangunan Ibu Kota sudah tinggi. "Daya dukung dan daya tampung lingkungan di Jakarta sudah terlampaui."
Penurunan terjadi di semua sisi Jakarta, terutama bagian tengah ke utara atau dari Semanggi ke utara. Adapun ekstraksi air tanah banyak terjadi di Jakarta Utara, yaitu di Pluit, Grogol, Semanan.
Penurunan juga terjadi di selatan Jakarta. "Tanah turun tidak bisa kita kontrol, jadi Jakarta jangka panjang masih banjir." (Baca: Tanah Ambles Sebabkan Pluit Terendam)
Andi mengakui Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum paham detail soal ini. Untuk mengatasinya, kata Andi, pemerintah memulai rencana pembuatan seawall atau tanggul penahan rob dan ekstraksi air tanah. Andi pun menyebut alternatif moratorium pembangunan. "Tapi apa bisa dilakukan 12 juta penduduk?" katanya ragu. Langkah ekstrem, menurut dia, bisa dengan memindahkan ibu kota. (Baca: Jokowi Disarankan Bikin Waduk Bawah Tanah)
ATMI PERTIWI