TEMPO.CO, Denpasar - Pemerintah Provinsi Bali keberatan ditempatkan di posisi 13 dalam peringkat Indeks Demokrasi Indonesia (IDI). Indeks itu dinilai tidak mencerminkan dinamika politik lokal serta upaya demokratisasi yang dilakukan dengan memanfaatkan budaya lokal.
"Itu sepertinya dibuat dengan menggunakan ukuran dari luar. Kami tidak setuju kalau makin sering ada demo dianggap makin demokratis," kata Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) Provinsi Bali I Gede Putu Jaya di Denpasar, Senin, 21 April 2014, dalam diskusi "Menggali Nilai-nilai Demokrasi di Bali dan Pelembagaan Saluran Partisipasi Masyarakat".
Menurut dia, demokratisasi sudah diterapkan di Bali, mulai tingkat banjar hingga komunitas yang yang lebih tinggi" dalam mengambil berbagai keputusan. Gubernur Bali Made Mangku Pastika merupakan satu-satunya gubernur yang secara rutin membuka open house setiap bulannya untuk menampung aspirasi masyarakat. "Kalau demo terus-terusan nanti akan banyak wisatawan asing yang lari dari sini," kata Putu Jaya.
IDI sendiri adalah indeks yang dibuat Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan bekerja sama dengan beberapa lembaga terkait dan badan PBB untuk program pembangunan, yakni UNDP. Tiga hal utama yang dinilai dalam IDI yakni kebebasan sipil, hak-hak politik, dan lembaga-lembaga demokrasi dengan menggunakan 28 variabel dan sebelas indikator. Penyusunan IDI sudah dijalankan sejak empat tahun lalu untuk membaca perilaku demokrasi masyarakat Indonesia.
Pembicara dari Kementerian Dalam Negeri Dr Bachtiar MSi menyatakan tidak seluruh ukuran demokratisasi Barat bisa diterapkan di Indonesia. "Kita mesti hati-hati karena isu demokrasi bisa menjadi alat untuk menguasai suatu negara," ujarnya.
Baca Juga:
Saat ini, kata Bachtiar, ada upaya melembagakan demokrasi Barat. Padahal, ada banyak potensi demokrasi lokal yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah bangsa ini. Demokrasi Barat membawa nilai-nilai yang berbeda dengan bangsa ini, yakni humanisme dan rasionalisme yang menjadikan manusia sebagai pusat segalanya.
Karena itu, tutur Bachtiar, ajaran agama dan budaya bisa dipisahkan. Demokrasi Barat juga memisahkan hak individu dan hak publik, di mana negara hanya bisa mengatur hak-hak publik. "Karena itu, sekarang ada upaya membubarkan departemen agama karena agama dianggap sebagai individual," ujarnya.
ROFIQI HASAN
Terpopuler:
JIS Sempat Memfitnah Ibu Korban Pelecehan Seksual
Shahnaz Haque: JIS Harus Ditutup!
Dahlan: Saya Siap Jadi Presiden, Wapres, atau...