TEMPO.CO, New York - Menjadi seorang ayah berisiko meningkatkan depresi pada pria, demikian sebuah penelitian terbaru di Amerika. "Banyak ibu yang depresi memiliki anak serta efeknya pada anak-anak. Kini kami baru memulai mempelajari mengenai depresi pada ayah (paternal)," kata ketua penulis hasil riset, Dr Craig Garfield, seperti dikutip situs Reuters edisi 15 April 2014. "Kami temukan bahwa depresi paternal ada dan itu mempengaruhi lima sampai 10 persen para ayah, dan ada sekitar tujuh juta ayah di Amerika," kata Garfield, dokter anak dan peneliti di Northwestern University Feinberg School of Medicine di Chicago.
Depresi pada ayah bisa membahayakan perkembangan anak-anaknya selama masa awal kehidupan anak yang memang kritis bagi pertumbuhannya, ungkap para penulis dalam jurnal Pediatrics. Centers for Disease Control and Prevention di Amerika melakukan pemantauan rutin untuk gangguan kesehatan mental seperti depresi yang terjadi pada pria dan wanita yang berencana menjadi orang tua. Garfield dan rekan-rekannya menganalisis 10.623 pria yang masuk dalam penelitian jangka panjang sebagai remaja dan diikuti perkembangannya selama 20 tahun. Sebanyak 3.425 partisipan menjadi ayah pada akhir periode studi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.739 dari mereka hidup bersama anak-anak mereka dan 686 mereka merupakan ayah non-resident (tidak tinggal bersama anaknya).
Para ilmuwan juga merekam kesehatan mental para pria yang tidak menjadi ayah sebagai perbandingan. Partisipan menjawab pertanyaan survei dalam beberapa poin saat mereka remaja, berusia 20-an dan 30-an serta respons yang digunakan untuk mengukur skor dari gejala depresi yang muncul. Ketika para ilmuwan membandingkan skor depresi pria, ditemukan bahwa ayah resident baru mempunyai skor terendah dan ayah baru non-resident mengalami depresi tertinggi. Sementara yang tidak menjadi ayah skornya di antara keduanya.
Namun selama lima tahun pertama perkembangan anak mereka, para ayah resident mengalami kenaikan depresi hingga 68 persen, secara rata-rata. "Ini sesuatu yang signifikan dalam studi. Ini juga tetap signifikan ketika Anda berpikir tentang perkembangan anak dan perkembangan keluarga serta pentingnya peran ayah," kata Garfield.
Menurutnya, peran ayah di Amerika sekarang ini telah berubah dan dua kali meningkat sejak 1965 hingga 2011. Bahkan, mereka lebih sering menghabiskan waktu bersama anaknya dibandingkan ayah di Inggris dan Australia. "Akibatnya para ibu lebih sering berada di tempat kerja dan ini merupakan suatu yang baru, karena para ayah ingin lebih banyak menghabiskan waktu dengan anak-anak mereka," ujar Garfield.
"Anak-anak bahagia saat orang tua bahagia dan jika kita bisa memastikan kalau ayah dan ibunya baik-baik saja dalam transisi perubahan menjadi orang tua, maka ada peluang untuk menjadikan anak juga baik-baik saja," ujarnya.
Ayah baru yang depresi, kata James Paulson peneliti psikologi di Old Dominion University di Norfolk, Virginia, lebih cenderung untuk tidak terlibat dalam penanganan anak-anak. Mereka juga lebih cenderung untuk menggunakan taktik parenting yang buruk seperti berteriak, menampar, dan sejenisnya.
REUTERS I ARBA'IYAH SATRIANI