TEMPO.CO, Jakarta - Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 dikhawatirkan bakal menggerus bisnis perbankan syariah. "Kami tidak punya bank syariah skala besar, tentu habislah pasar kami diambil bank syariah Malaysia dan Singapura," kata Sekretaris Jenderal Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Syakir Sula, Selasa, 22 April 2014. (Baca: Apindo: Indonesia Belum Siap Hadapi AEC)
Dia mencontohkan, rata-rata bank syariah di Indonesia statusnya masih berada di Buku I (modal di bawah Rp 1 triliun) sampai Buku II. Berbeda dengan negara tetangga yang perbankan syariahnya telah tembus buku IV (di atas Rp 30 triliun). "Market share syariah kami cuma lima persen dibanding dengan bank konvensional, sementara di Malaysia sudah bisa 25 persen," kata Syakir. "Ini tentu ancaman."
Kondisi ini sangat ironis, karena Indonesia lebih dulu mengembangkan perbankan syariah dibandingkan Malaysia. “Jangan sampai nanti MEA masuk kami kalah dari bank syariah Singapura." (Baca: Perbankan Indonesia Harus Ekspansi ke Vietnam)
Syakir berharap, rencana Menteri BUMN memiliki satu bank syariah yang kuat segera direalisasikan. Anak usaha perbankan syariah milik bank milik pemerintah bisa digabung. “Digabung tapi harus juga ditambah modal, karena kalau tidak paling masih Buku II atau minimal Buku III," ujarnya.
Bila rencana itu tidak juga direalisasikan, kata dia, pemerintah harus terima menjadi penonton pada 2015. "Di mana masyarakat lebih suka menabung di bank asing."
ANANDA PUTRI
Terpopuler
Analis: Kasus Hadi Poernomo Ancam Saham BCA
Langkah Jokowi dan Kasus Hadi Pengaruhi Saham
Dubes Amerika Ajak Bos MNC ke Balikpapan
Hadi Tersangka, Audit BPK Tetap Berlaku