TEMPO.CO , Jakarta:Jakarta - Gerakan Massa Pejuang Untuk Masyarakat melaporkan kejanggalan-kejanggalan proyek panas bumi Chevron di Gunung Ceremai, Kuningan, Jawa Barat, ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Gempur mencatat ada tiga kejanggalan di proyek itu.
Koordinator Gempur, Okky Satrio, menyatakan surat penetapan penunjukan wilayah kerja pertambangan oleh Dinas Energi dan Pertambangan Jawa Barat, sudah keluar sejak 2010. Wilayah kerja pertambangan meliputi 162 desa di Kuningan, Jawa Barat. (Baca: Chevron Bantah Beli Gunung Ciremai Rp 60 Triliun )
"Masyarakat baru mengetahui 3 atau 4 minggu yang lalu. Ini jelas ditutup-tutupi," kata Okky ketika dihubungi Tempo, Senin 21 April 2014. Seharusnya, lanjut Okky, masyarakat yang terkena dampak dari penambangan panas bumi mesti mendapatkan informasi.
Okky menyatakan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat ternyata telah menandatangani surat penetapan penunjukan wilayah kerja pertambangan. Padahal sebelumnya, Gubernur Jabar Ahmad Heryawan menampik telah menandatangani surat tersebut.
"Kami punya datanya. Ini sengaja ditutup-tutupi Pemprov Jabar," kata Okky. Selain itu, ucap Okky, Aher, sapaan Ahmad Heryawan, mengundang ke-135 kepala desa ke rumahnya pada pekan lalu. Dalam pertemuan itu, Aher memberikan arahan kepada para kepala daerah tersebut.
"Supaya para kepala daerah mengatakan ke masyarakat bahwa gubernur belum menandatangani surat penetapan penunjukan wilayah kerja pertambangan," tutur Okky.
Kejanggalan lainnya Chevron diduga melakukan permainan di revisi Undang-Undang Panas Bumi. Revisi undang-undang harus ketok palu sebelum akhir April. Padahal, para anggota dewan Komisi VII DPR tengah fokus dengan hasil pemilihan legislatif. "Ini ada kepentingan Chevron," ucap Okky. (Baca:Ini Jejak Langkah Kasus Chevron di Kejagung)
Selanjutnya, kata Okky, dua anggota DPRD Kuningan telah memberitahukan adanya berkas analisis mengenai dampak lingkungan. "Yang kami pertanyakan konsultan dari mana dan tidak ada melibatkan masyarakat," tutur Okky.
Komisioner Komnas HAM Muhammad Nur Khoiron menyatakan pihaknya akan melihat terlebih dahulu sejauh mana dampak pertambangan terhadap masyarakat. Prinsip dasarnya, kata Nur Khoiron, pertambangan harus memberi nilai tambah bagi masyarakat.
"Jika tidak memberikan nilai tambah, maka pertambangan harus diberi evaluasi," kata Nur Khoiron saat dihubungi Tempo. Terkait keberatan warga sekitar, menurut Nur Khoiron, bisa dipahami. Sebab, faktanya, banyak pertambangan yang justru merugikan. "Masyarakat sekarang sudah pintar," tuturnya.(Baca: Apresiasi dari Komnas HAM)
SINGGIH SOARES
Lonjakan Kekayaan Hadi Poernomo
Tersandung Skandal Pajak, Ini Reaksi Bos BCA
KPK Isyaratkan Periksa BCA Terkait Kasus Ketua BPK