TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo didakwa menyuap sejumlah anggota Komisi Kehutanan DPR periode 2004-2009 dan pejabat di Departemen Kehutanan (kini Kementerian Kehutanan) pada periode yang sama dalam kaitan dengan proyek sstem komunikasi radio terpadu (SKRT) pada 2007. Penyuapan itu dilakukan Anggoro sekitar Agustus 2006-Maret 2008.
"Terdakwa memberi uang tunai sejumlah Rp 210 juta, Sin$ 92 ribu, US$ 20 ribu, tunai Rp 925,9 juta serta barang berupa dua unit lift penumpang kapasitas 800 kilogram kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara," kata jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi Riono saat membacakan dakwaan Anggoro di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Rabu, 23 April 2014.
Duit-duit suap Anggoro, kata Riono, mengalir ke Ketua Komisi Kehutanan Yusuf Erwin Faishal, Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan Boen Mochtar Purnama, Menteri Kehutanan M.S. Kaban, serta sejumlah anggota Komisi Kehutanan dan pejabat di Departemen Kehutanan lainnya. (Baca: Alasan M.S. Kaban Tunjuk Perusahaan Anggoro).
Duit itu berkaitan dengan pengajuan Pagu Bagian Anggaran 69 Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Dephut tahun 2007 serta keluarnya rekomendasi Komisi Kehutanan untuk meneruskan proyek SKRT dengan anggaran Rp 180 miliar.
PT Masaro--yang dimiliki terdakwa dan keluarganya--merupakan pelaksana proyek tersebut pada 2005-2006. Proyek SKRT 2007 lantas dipegang Masaro dengan harga perkiraan yang mereka tentukan sendiri.
<|--more-->
Anggoro disebut meminta Komisi Kehutanan DPR memberi rekomendasi atau menyetujui usul Dephut tersebut. Anggoro berjanji akan memberikan sejumlah duit kepada anggota Komisi jika permintaannya dikabulkan.
Setelah dokumen Anggaran 69 dikirim ke Departemen Keuangan, Anggoro memberi Rp 105 juta ke Yusuf yang kemudian dibagi Yusuf ke anggota Komisi lainnya, yaitu Suswono (Rp 50 juta), Muhtarudin (Rp 50 juta), dan Nurhadi M. Musawir (Rp 5 juta).
Selanjutnya, Anggoro menyetor sejumlah duit ke Kaban (total US$ 45 ribu, Rp 50 juta, dan Sin$ 40 ribu) melalui Yusuf dan ke Kaban langsung. Boen mendapat US$ 20 ribu, sementara Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Dephut Wandojo Siswanto kecipratan US$ 10 ribu.
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia juga mendapat sumbangan dua unit lift--senilai US$ 58.581 dan Rp 200,6 juta--dari Anggoro. Kedua lift itu ditempatkan di gedung Menara Dakwah, pusat kegiatan Partai Bulan Bintang. Partai ini dipimpin Kaban sebagai ketua umum.
Terakhir, Yusuf bersama anggota Komisi Kehutanan DPR lainnya juga mendapat duit dari Anggoro. Mereka adalah Fachri Andi Leluasa (Sin$ 30 ribu), Azwar Chesputra (Sin$ 5 ribu), Hilman Indra (Sin 20 ribu), Mukhtarudin (Sin$ 30 ribu), dan Sujud Siradjudin (Rp 20 juta). (Baca: Mereka Terseret di Kasus Anggoro Widjojo)
Atas perbuatannya, Anggoro didakwa melanggara pidana primer Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU tentang Perubahan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Dakwaan subsidernya Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU tentang Perubahan atas UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dengan pidana maksimal 5 tahun penjara.
KHAIRUL ANAM
Baca juga:
Harta Hadi Poernomo, dari Bekasi hingga California
Tersandung Skandal Pajak, Ini Reaksi Bos BCA
Bertambah, Korban Pelecehan Seksual di JIS
Lonjakan Kekayaan Hadi Poernomo
Nota Dinas Ini yang Menjerat Hadi Poernomo