TEMPO.CO , Jakarta: Ukuran tubuh udang sentadu merak (Odontodactylus scyllarus) rata-rata cuma sekitar 15 sentimeter. Namun krustasea yang memiliki tubuh dengan warna meriah itu punya tulang tinju yang sangat keras dan pukulan mematikan. Berdasarkan struktur tulang udang sentadu, para peneliti berhasil membuat desain material komposit yang lebih kuat daripada bahan yang digunakan dalam industri pesawat terbang.
Peneliti gabungan dari University of California, University of Southern California dan Purdue University melakukan riset tentang struktur tinju udang sentadu untuk mengembangkan material ringan namun kuat. "Kekuatan struktur tinju krustasea kecil itu bisa digunakan untuk mengembangkan banyak hal yang kita pakai sehari-hari," kata David Kisailus, peneliti senior bidang teknik kimia dari Bourns College of Engineering di Unversity of California, seperti dikutip UCR Today, 21 April 2014.
Dalam laporan yang dimuat jurnal Science pada 2012, para peneliti menemukan struktur tinju udang sentadu terbentuk dari mineral hydroxyapatite yang mengkristal. Mineral ini merupakan material kunci yang ditemukan pada tulang dan gigi manusia. Di bagian dalam struktur tinju itu mengandung chitin, material keras yang lazim dijumpai pada rangka luar krustasea. Material chitin tersusun pada lapisan dalam bentuk tumpukan berpilin dengan hydroxyapatite mengisi ruang di antara tumpukan.
Dalam laporan berjudul “Bio-Inspired Impact Resistant Composites" yang dimuat di jurnal Acta Biomaterialia akhir Maret lalu, peneliti mengaplikasikan desain spiral saat membuat material komposit serat karbon. Mereka membuat lapisan komposit dengan tiga sudut puntiran berbeda antara 10 hingga 25 derajat. Komposit dengan desain seperti itu bisa digunakan dalam berbagai aplikasi, mulai dari rangka otomotif dan pesawat terbang, kendaraan lapis baja hingga helm atlet american football.
Struktur itu lalu dibandingkan dengan desain lapisan komposit lain untuk menguji kekuatan dan penyerapan energi. Para peneliti membuat desain struktur komposit yang tersusun secara paralel dan desain quasi-isotropic yang lazim digunakan dalam industri pesawat terbang. Dalam desain quasi-isotropic, struktur komposit dibentuk dengan orientasi 0 derajat pada lapisan pertama, -45 derajat di lapisan kedua, +45 derajat di lapisan ketiga, 90 derajat di lapisan keempat dan seterusnya.
Dalam uji coba benturan seperti yang dilakukan industri penerbangan, struktur dengan desain lapisan tersusun paralel langsung hancur. Sementara desain quasi-isotropic mengalami kerusakan pada lapisan serat hingga ke bagian belakang. Ada pun desain yang meniru struktur tinju udang tandu menunjukkan ada serat yang terpisah namun tidak rusak secara keseluruhan. Bahkan tingkat kerusakannya 20-50 persen lebih rendah daripada sampel dengan desain quasi-isotropic.
Peneliti melanjutkan uji coba hingga semua sampel betul-betul hancur. Struktur yang meniru desain tinju udang sentadu menunjukkan 15-20 persen lebih kuat dibandingkan sampel quasi-isotropic setelah menerima benturan. "Alam memiliki keragaman spesies dan menyediakan kita petunjuk desain baru membuat material yang lebih kuat untuk kendaraan, pesawat dan struktur lainnya," kata Kisailus.
SCIENCEDAILY | SCIENCEMAG | GABRIEL WAHYU TITIYOGA