TEMPO.CO, Subang - Raska, caleg DPRD Kabupaten Subang, Jawa Barat, dari Partai Keadilan Sejahtera yang terpilih dalam pemilihan legislatif 9 April 2014 dengan "jualan kecap" sebagai tukang tambal ban. Tetapi Raska sendiri bukan dari keluarga miskin.
Tempo yang menyambangi rumahnya di Kampung Krajan Utara, Desa Sindangsari, Kecamatan Cikaum, Subang, Jawa Barat, Ahad, 27 April 2014, mendapati rumahnya yang bercat kuning, lumayan lapang.
Ukurannya sekitar 7 x 15 meter persegi dengan bale-bale dari kayu yang tampak kokoh. Persis di depan rumahnya terdapat toko suku cadang sepeda motor dan di depan bale-bale samping kanannya ada kios tambal ban.
Di palang bale-bale, menclok sebuah televisi layar datar 27 inci merek LG, tempat para tetamunya nonton bareng di atas bangku bambu berukuran 2 x 4 meter persegi yang tergelar di atas lantai bata merah.
Di bagian belakang bale-bale Raska juga memiliki mesin giling tepung dan mesin parut yang melayani para konsumennya kapan saja.
Tetapi, "si tukang" tambal ban itu tak sedang ada di rumahnya yang tampak cukup ramai disambangi para konsumen toko suku cadang dan bengkelnya.
"Maaf bapaknya sedang ke luar (Kalijati)," ujar istrinya, Eem Nurhayati. Jika ke luar daerah, Raska biasa pakai mobil Kijang pribadinya.
Eem mengaku bangga setelah KPUD Subang, dalam sidang plenonya berhasil meloloskan suaminya yang lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG), tapi tak memilih jadi guru PNS itu menjadi salah seorang legislator di DPRD Subang.
"Alhamduilillah, mudah-mudahan Bapak (Raska) bisa menjalankan amanah dan bisa bermanfaat buat masyarakat," ujar Eem.
Ia mengungkapkan bahwa keberhasilan suaminya melenggang ke DPRD Subang berkat kerja kerasnya selama kampanye. "Hampir tiap hari-tiap malam, suami saya blusukan menemui para tokoh yang ada di Kecamatan Cikaum, Tambak Dahan, Binong, dan Purwadadi," Eem mengungkapkan resep keberhasilan suaminya.
Kalau soal sumbangan untuk pembangunan masjid dan alat kelengkapan masjid, saat kampanye berlangsung, suaminya biasanya menghubungkannya dengan pengurus yayasan. Raska ternyata juga pengurus Yayasan Ali Bin Abi Thalib yang mengurusi Masjid Aminah, PAUD, dan pondok pesantren yang baru akan dibuka tahun depan.
Ia mengaku tak menghambur-hamburkan fulus selama berlangsungnya kampanye atau serangan fajar menjelang hari pencoblosan. "Suami saya kan hanya tukang tambal ban mana mungkin bisa bagi-bagi uang," kata Eem.
Ia tak mau buka mulut saat ditanya berapa rupiah yang dikeluarkan sebagai "ongkos politik" suaminya. "Di bawah Rp 100 juta lah," ucap Eem dengan nada ragu-ragu.
Tetapi paman Raska, Suradi, berani blak-blakan soal dana kampanye yang dihabiskan keponakannya itu. "Habis Rp 1 miliaran-lah," ujarnya. Ia beralasan, Raska cukup besar mengeluarkan dana kampanye karena berpolitik perlu ongkos besar. "Sebab, pemilihan kepala desa saja di desanya bisa menghabiskan dana Rp 500 juta."
Seperti diwartakan dalam situs www.pkspiyungan.org milik PKS, sebagai tukang tambal ban Raska mengaku punya penghasilan rata-rata Rp 50.000 per hari.
Sebabnya, Raska tidak menggunakan modal dengan uang berlimpah untuk maju sebagai wakil rakyat. "Enggak ada modal. Ya modal saya itu pas-pasan," ujarnya.
Raska lolos jadi legislator mengaku banyak mendapatkan dukungan masyarakat dari desanya, juga desa-desa di daerah pemilihannya, yakni daerah pemilihan VII Subang (meliputi Kecamatan Cikaum, Tambak Dahan, Binong, dan Purwadadi).
Karena dukungan itulah dia membulatkan tekatnya untuk maju dalam pemilu yang baru lalu. "Siapa tahu dengan menjadi caleg, saya bisa menjadi orang berguna bagi banyak orang," ungkap tukang tambal ban yang sejatinya wong sugih itu.
NANANG SUTISNA