TEMPO.CO, Nusa Dua - Menjelang diberlakukannya ASEAN Economic Community (AEC) 2015 yang merupakan penerapan sistem pasar bebas, kalangan koperasi yang mewakili negara-negara di kawasan ini menggelar acara konsolidasi. Kegiatan bertajuk ACO Forum 2014 itu dilaksanakan di Nusa Dua, Bali, Senin, 28 April 2014.
"Kami bertekad menjadikan koperasi sebagai pilar ekonomi yang penting dalam konsep AEC itu," kata Ketua Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Nurdin Halid, yang juga Presiden ASEAN Co-operative (A-CO). Dia percaya, dengan solidaritas dan kesediaan membangun jaringan koperasi, ACO akan dapat memerankan dirinya secara efektif.
Sebagai kekuatan ekonomi yang berasaskan kekeluargaan, dia mengatakan, koperasi sebenarnya tidak setuju atas sistem pasar bebas. "Tapi dalam kondisi sekarang, kita harus masuk dan mengambil peran," dia menegaskan.
Nurdin menegaskan, para pengelola koperasi harus meningkatkan kapasitas dan kompetensinya dalam menghadapi era itu. Di sisi lain, peran koperasi telah diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai lembaga ekonomi yang dapat mengurangi kemiskinan, pengangguran, dan mampu bertahan pada masa krisis.
Mengenai kesiapan koperasi untuk tidak mendapat proteksi dari negara, Nurdin menegaskan, di negara kapitalis sekalipun pelaku ekonomi yang masih lemah harus mendapat perlindungan. "Bahkan, di Amerika, petaninya mendapat subsidi untuk dapat mengekspor hasil produksinya," ujar dia. "Apalagi di Indonesia yang UUD-nya pada Pasal 33 jelas menyebut dukungan bagi koperasi."
Sementara itu, Rektor Institut Koperasi Indonesia Burhanuddin Abdullah menegaskan, koperasi akan tetap dapat bertahan di kancah pasar bebas yang kapitalistik. "Selalu ada dorongan yang kuat untuk hadirnya koperasi sebagai penyeimbang dari kompetisi," ujar dia. Dia mencontohkan kuatnya kehadiran koperasi di negara-negara kapitalistik seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Korea Selatan.
Mantan Gubernur Bank Indonesia itu menyatakan koperasi di Indonesia telah diterima sebagai bagian yang konkret dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya. Masalahnya adalah pada upaya peningkatan kapasitas dan efektivitasnya untuk berkiprah secara lebih luas.
"Kenyataannya hanya koperasi yang memungkinkan perubahan kondisi ekonomi nasional, di mana sejak zaman penjajahan ada 1 persen penduduk yang menguasai 40 persen aset bangsa," tutur Burhanuddin, yang menjadi salah satu pembicara dalam forum itu.
ROFIQI HASAN
Berita lain:
Tersangka Pelecehan di JIS Korban Sodomi Buron FBI
Ayah-Ibu Korban JIS Silang Pendapat
Cawapres Jokowi Muncul di Twitter
Dua Pria Tersangka JIS Pernah Berhubungan Seks