TEMPO.CO, Kediri - Ratusan warga Kediri korban letusan Gunung Kelud berunjuk rasa di kantor bupati setempat di Jalan Soekarno-Hatta, Kediri, Jawa Timur, Selasa, 29 April 2014. Dengan menumpang truk, warga Kecamatan Kepung, Puncu, dan Ngancar itu memaksa bertemu dengan Bupati Kediri Haryanti Sutrisno dan pimpinan Bank Indonesia di Kediri.
Warga menagih janji pemerintah untuk memulihkan lahan pertanian dan penghapusan utang bank yang hingga kini tidak terealisasi. “Janji pemerintah untuk menangani korban Kelud bohong,” kata koordinator aksi, Aziz Qoharudin.
Sejak terjadi letusan pada 13 Februari 2014 hingga sekarang, janji pemerintah memulihkan sektor perekonomian warga sama sekali tak terbukti. Kerusakan lahan pertanian seluas 871 hektare tanaman padi, 790 hektare tanaman jagung, 538 hektare tanaman cabai merah, 47 hektare bawang merah, dan 1.200 hektare tanaman nanas sampai sekarang masih belum dipulihkan. Padahal, melalui berbagai media massa, pemerintah menggembar-gemborkan pemberian benih dan pupuk beberapa saat setelah letusan terjadi.
Di tengah keterpurukan perekonomian itu, warga masih harus berhadapan dengan petugas bank yang menagih utang. Sebab, sebelumnya hampir seluruh warga yang bermata pencaharian petani memanfaatkan jasa bank sebagai modal menanam. Dengan hancurnya lahan pertanian, praktis tak ada satu pun dari mereka yang bisa mengangsur pinjaman ke bank. Padahal, Gubernur Jawa Timur Soekarwo pernah menyatakan akan mengupayakan penjadwalan utang hingga pemutihan utang.
Tak hanya itu, upaya rehabilitasi perumahan warga yang diklaim sukses dilakukan pemerintah provinsi juga tak memuaskan. Rehabilitasi tak seluruhnya menyentuh rumah penduduk, dengan dalih keterbatasan bahan bangunan dan tenaga. Jadi, banyak warga yang harus membiayai sendiri perbaikan rumah mereka, khususnya atap yang ambruk. “Kami malah banyak dibantu donatur umum selain pemerintah,” kata Aziz.
Wakil Bupati Kediri Masykuri dan perwakilan Bank Indonesia akhirnya bersedia menemui warga. Namun pertemuan yang berlangsung tertutup itu tak banyak menghasilkan jalan keluar. Masykuri berdalih tak bisa dengan cepat memulihkan lahan pertanian karena alasan teknis.
Menurut dia, kadar Ph tanah di sekitar Gunung Kelud saat ini masih 4. Sementara pengolahan lahan yang baik harus memiliki kadar Ph di angka 7. “Jadi masih butuh waktu lagi,” kata Masykuri. Sedangkan mengenai penjadwalan utang, menurut Masykuri, di luar wewenang pemerintah daerah dan Bank Indonesia Kediri. Namun itu menjadi tanggung jawab Bank Indonesia pusat dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Secara terpisah, pimpinan Bank Indonesia Kediri, Matsisno, mengatakan nilai kredit macet warga Kelud Rp 248 miliar, terdiri atas 18 lembaga bank umum dengan nilai kredit Rp 177,8 miliar atas 2.446 debitur dan 14 bank perkreditan rakyat Rp 70,9 miliar atas 15.875 debitur. “Kewenangan penjadwalan utang ini ada di OJK,” kata Matsisno.
Warga pun kecewa. Mereka berjanji akan terus mendatangi kantor Bupati Kediri untuk mendesak percepatan penanganan Kelud, khususnya rehabilitasi lahan pertanian. Warga juga menuding Gubernur Soekarwo terlalu berani dan ambil muka dengan menyatakan sanggup menyelesaikan masalah ini. Padahal, penanganan Kelud membutuhkan dana sangat besar dan kebijakan khusus dari pemerintah pusat untuk penjadwalan utang.
HARI TRI WASONO