TEMPO.CO, Jakarta - Calon presiden dari PDI Perjuangan Joko Widodo mengatakan elektabilitas tokoh menjadi salah satu pertimbangan penting dalam pemilihan calon wakil presiden. Tapi, ia menegaskan, yang lebih penting adalah perkiraan kinerja tokoh setelah pasangan ini menjadi pemenang dalam pemilihan umum presiden pada 9 Juli nanti.
Jokowi, nama panggilan Gubernur DKI Jakarta itu, menegaskan bahwa yang terpenting capres-cawapres harus bisa saling mengisi dan menutupi kelemahan masing-masing. Ia memastikan calon wakil presiden yang akan dipilih nantinya akan lebih sering berada di kantor ketimbang dirinya ketika memimpin. "Sebaiknya kombinasi yang saling mengisi. Kalau yang satu seneng di lapangan, yang satu jangan meninggalkan kantor,” katanya di Tebet, Jakarta Selatan, Senin, 5 Mei 2014. (Baca: Elektabilitas Turun, Jokowi: Cawapresnya Harus Pas)
Ketika ditanya mengenai figur mantan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla atau mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md., Jokowi menjawab dengan canda. "Kalau dengan Jusuf Kalla, jadinya JJ. Kalau dengan Mahfud, jadinya JM," ujarnya. (Baca: Projo Desak Megawati Tak Pilih Cawapres Tua)
Jokowi dikenal sebagai kepala daerah yang suka menemui masyarakat atau sering disebut blusukan. Kebiasaan blusukan sudah dilakukan sejak menjabat Wali Kota Solo. Komunikasi dengan publik dilakukan untuk mencari masukan sekaligus mengawasi kinerja bawahannya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang juga Ketua Umum Partai Demokrat, justru menyatakan pemimpin jangan terlalu sering blusukan melainkan harus bekerja untuk rakyat. (Baca: Jokowi: Cawapres Saya Nyekar ke Blitar)
Ananda Theresia
Berita Terpopuler:
Ini Pengakuan Senior yang Membuat Renggo Meninggal
Heboh Briptu Eka Menikah, Atasan Heran
Briptu Eka Menikah, Netizen: #Aku Rapopo
Korban Sodomi Emon Bertambah Jadi 73 Anak
Briptu Eka Menikahi Polisi Anti-Narkotik