TEMPO.CO, Jakarta - Nama Peter Sondakh tak asing di kalangan pebisnis, terlebih di bisnis pertelevisian. Saat peluncuran stasiun televisi Rajawali Televisi (RTV) pada akhir pekan lalu, publik pun tak kaget lagi. Di stasiun televisi yang semula bernama B Channel ini, Peter menjabat sebagai Chief Executive Officer Rajawali Corporation.
Sepak terjang Peter di dunia pertelevisian sudah terjadi sejak lama. Bersama Bambang Trihatmodjo, pada 1987 ia mendirikan stasiun televisi swasta pertama di Indonesia yakni Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI). Berbekal pengalaman itu, pria kelahiran 1953 itu berharap stasiun televisi baru ini kian menanamkan nilai positif yang bisa menjadi inspirasi bangsa. (Baca: Peresmian Rajawali Televisi Dihadiri SBY-JK)
“RTV juga harus dapat menjadi agen perubahan di Indonesia," kata Peter di Jakarta Convention Center, Sabtu, 3 Mei 2014.
Seiring waktu, bisnis Peter Sondakh terus menggurita hingga tak hanya di bidang properti dan pertelevisian saja. Bisnis yang digeluti Grup Rajawali yang berjaya pada Orde Baru dan reformasi itu sangat beragam, meliputi sektor pertambangan, telekomunikasi, industri rokok, dan transportasi.
Pada 2005, Peter melepas 27,3 persen kepemilikan sahamnya di Excelcomindo atau sekitar US$ 314 juta kepada Telekom Malaysia Group. Setahun kemudian, nama Peter tercantum dalam daftar orang terkaya Indonesia versi Forbes urutan ke-12 dengan nilai kekayaan US$ 530 juta. (Baca: Daftar Lengkap 50 Orang Indonesia Paling Kaya)
Tahun 2006, Peter merambah industri semen dengan membeli 24,9 persen saham PT Semen Gresik senilai US$ 337 juta dari Cemex. Selain itu, industri sawit juga digarap dengan membeli saham PT Jaya Mandiri Sukses Group pata tahun yang sama. Setahun kemudian, Peter kembali melepas 15,97 persen saham Excelcomindo senilai US$ 438 juta kepada perusahaan asal Uni Emirat Arab, Etisalat.
Grup Rajawali juga masuk ke industri penerbangan melalui kerja sama dengan pemerintah Kerajaan Kamboja untuk mendirikan maskapai penerbangan nasional negara tersebut per April 2008. Perusahaan itu berdiri dengan modal US$ 50 juta--Rajawali sendiri mengantongi 49 persen saham.
Saat krisis moneter menghantam, nama Peter Sondakh tetap naik karena berfokus pada tiga bisnis utamanya: properti, pertambangan dan perkebunan. Pada Juni 2009, Grup Rajawali menjual Bentoel Internasional Investama kepada British American Tobacco (BAT). Sebanyak 56,96 persen saham dijual dengan raupan keuntungan Rp 3,35 triliun.
Setahun kemudian, Peter kembali melepas kepemilikan saham di salah satu perusahaannya. Kali ini per April 2010, Grup Rajawali melepas 23,65 persen sahamnya atau 1.355 miliar lembar saham di PT Semen Gresik Tbk, atau senilai US$ 1 miliar (sekitar Rp 9,48 triliun). Keuntungan dari penjualan itu mencapai US$ 660 juta.
Tahun lalu, Forbes menempatkan Peter ke dalam urutan kedelapan orang terkaya di Indonesia dengan nilai kekayaan US$ 2,5 miliar. Pada tahun itu pula, Peter membeli saham Archipelago Resources Plc, sebuah perusahaan tambang emas yang terdaftar di London Stock Exchange, senilai US$ 541 juta.
RR. ARIYANI | EVAN (PDAT)
Berita terpopuler:
Perbandingan Bank Century dengan Bank IFI dan Indover
Rupiah Menguat, Jangan Senang Dulu
Ketidakpastian Koalisi Capres Bakal Koreksi Pasar