TEMPO.CO, Surabaya - Direktur Avian Influenza-zoonosis Research Centre (AIRC) Universitas Airlangga Chairul Anwar Nidom mempertanyakan keseriusan Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) dalam mengantisipasi persoalan merebaknya virus Middle East Respiratory Syndrome (MERS). Hingga kini, WHO belum menyatakan MERS sebagai wabah penyakit global. Padahal, menurut Chairul, bahaya virus MERS jauh lebih besar ketimbang flu burung dan SARS. "Hampir dua tahun tidak ada langkah jelas dari WHO. Tidak seperti kasus flu burung dan H7N9 yang sangat cepat. Bahkan sudah siap dengan vaksin yang direkomendasikan," ujarnya kepada Tempo, Senin, 5 Mei 2014.
Ia khawatir Arab Saudi akan menjadi daerah yang berpotensi menjadi lokasi pandemik MERS. Sebab, Arab Saudi merupakan tempat berkumpulnya muslim dari seluruh dunia pada saat-saat tertentu. Menurut dia, muslim Indonesia sangat berpotensi tertular. (Baca pula: Ilmuwan Klaim Temukan Penangkal Penyakit MERS)
Kerajaan Arab Saudi sendiri telah mengumumkan jumlah korban meninggal akibat virus MERS sudah mencapai 109 orang pada Sabtu, 3 Mei. Korban terakhir yang diidentifikasi adalah seorang pria 25 tahun dan wanita 69 tahun. (Baca pula: Penyakit Corona MERS Ditularkan dari Unta?)
Pejabat badan kesehatan Amerika Serikat juga mengumumkan virus MERS telah menjangkiti negaranya. Seorang korban yang terinfeksi virus ini adalah petugas penyedia layanan kesehatan yang melakukan perjalanan kerja ke Riyadh. "Kami menunggu fatwa WHO. Virus mana yang akan digunakan?”
Menurut Chairul, menyiapkan vaksin MERS tidak lebih sulit dibanding vaksin flu burung. Sambil menunggu pervaksinan selesai, ia menyarankan agar masker standar (N95) selalu dipakai dan produk dari unta, seperti susu dan dagingnya, tidak dikonsumsi.
DIANANTA P. SUMEDI
Berita Terkait:
Universitas Airlangga Siap Riset Vaksin Flu Burung
Berita Terpopuler:
Forensik: Rekaman Percakapan MH370 Diedit
Jokowi Hanya Sehari Sewa Boeing 737-900
Di Jombang, Jokowi Ngaji Kitab Kuning