TEMPO.CO, New York - Sebuah penelitian terbaru menyimpulkan bahwa kita bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan melakukan teknik pernapasan tertentu yang digabung dengan aktivitas pada suhu rendah. Dalam studi ini, responden pria yang sehari-hari beraktivitas dengan pernapasan dalam dan berenang di air es menunjukkan respons terhadap peradangan yang lebih rendah dibanding pria dalam grup kontrol yang sistem kekebalannya bereaksi saat disuntik.
"Latihan sangat diperlukan oleh para partisipan," ujar peneliti riset, Dr Peter Pickkers, yang merupakan Professor of Experimental Intensive-care Medicine di Radboud University, Belanda.
Namun, kata dia, aktivitas ini bukan sesuatu yang bisa dilakukan sendiri di rumah. "Anda perlu pengawasan memadai untuk melakukan latihan ini," katanya, seperti dikutip situs Live Science edisi 5 Mei 2014. Sebab, cara hidup seperti ini bisa berbahaya untuk beberapa orang.
Hasil riset menunjukkan pula bahwa perilaku seseorang bisa mengubah respons sistem kekebalan tubuh dan menurunkan peradangan. Para ilmuwan berpikir bahwa respons sistem kekebalan yang berlebihan ada kemungkinan tidak sehat. "Peradangan kronis bisa memberikan petunjuk mengenai penyakit yang berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh seperti rheumatoid arthritis," ujarnya.
Meskipun sangat mungkin untuk memodifikasi respons sistem kekebalan tubuh dengan obat-obatan, para ilmuwan ingin tahu apakah perilaku tertentu bisa mengubahnya. Dalam studi ini, para ilmuwan secara acak membagi 24 pria sehat ke dalam dua grup. Di bawah pengawasan dokter, grup pertama dilatih untuk mengubah cara hidup melalui teknik pernapasan, meditasi, dan berenang di dalam air es. Sedangkan yang berada di grup dua tidak melakukan hal tersebut dan menjadi pengontrol.
Setelah sepuluh hari latihan, para ilmuwan menyuntikkan bakteri E. coli kepada semua partisipan. Jika tubuh diinvasi oleh bakteri itu, sistem kekebalan tubuh akan melawannya. Hasilnya, partisipan di grup pertama memproduksi lebih banyak hormon adrenalin, sedikit mengalami peradangan, dan mengalami gejala mirip flu yang lebih ringan dibanding grup kedua. Hasil riset ini dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.
"Level adrenalin yang meningkat tinggi menekan respons sistem kekebalan mereka," ujar penulis hasil riset, Matthijs Kox, yang juga peneliti di Medical Centre.
Para ilmuwan mengatakan mereka berencana melakukan penelitian lain dengan pasien yang mengalami penyakit sistem kekebalan tubuh kronis guna melihat apakah teknik-teknik tersebut memberi manfaat yang sama. Meski demikian, Pickkers mengingatkan bahwa tidak sembarang orang boleh menerapkan metode ini atau menjadikannya sebagai pengganti obat.
LIVESCIENCE I ARBAIYAH SATRIANI
Berita Lain:
Guntur Bumi Ditahan, Puput: Saya Hanya Urus Anak
Pamer Foto Seronok, Akun Instagram Rihanna Ditutup
UGB, dari Gus Dur Hingga Nuri Maulida