TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Suhardi santai menanggapi isu pelanggaran hak asasi manusia yang dilontarkan sejumlah aktivis kepada calon presiden yang diusung partainya, Prabowo Subianto. Menurut Suhardi, masalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang menempel pada nama Prabowo sudah selesai jauh-jauh hari.
"Sudah berkali-kali kami jelaskan bahwa Prabowo tak terlibat kasus penculikan dan pelanggaran HAM 1997-1998," kata Suhardi saat dihubungi Tempo, Selasa, 6 Mei 2014.
Sebagai buktinya, beberapa aktivis yang dikabarkan pernah diculik Prabowo malah bergabung dengan Partai Gerindra. Bahkan, dari berbagai survei yang pernah dilakukan Gerindra, tingkat ketertarikan masyarakat untuk mengulik isu pelanggaran HAM Prabowo sangat kecil, yakni sekitar 0,1 persen.
"Sementara yang paling besar (dari survei tersebut) keinginan masyarakat terhadap sosok pemimpin yang tegas dan berani, sekitar 40 persen," kata Suhardi.
Suhardi meminta masyarakat tak terus-menerus menggali masalah yang sudah selesai. Partai Gerindra, dia melanjutkan, lebih mengajak masyarakat untuk memikirkan solusi guna memperbaiki bangsa Indonesia ke depan.
"Kalau menggali terus kesalahan orang, bisa-bisa sampai ke dosanya Ken Arok," katanya. (Baca juga: Jejak Pelanggaran HAM Hambat Wiranto-Prabowo)
Sebelumnya, anggota LSM Imparsial, Al-Araf, berpendapat bahwa Prabowo Subianto tak laik maju ke arena pertarungan calon presiden mendatang. Sebab, menurut dia, capres dari Gerindra itu masih terbelit masalah pelanggaran hak asasi manusia pada 1998. "Jangankan jadi presiden, maju capres pun tak pantas," kata Al-Araf dalam diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, kemarin.
Menurut Al-Araf, jika menjadi presiden, Prabowo juga akan kesulitan menyelesaikan masalah pelanggaran HAM pada masa lalu lainnya. Ia menilai orang yang terlibat dosa masa lalu seperti Prabowo enggan membeberkan perilakunya sendiri. Karena itu, Al-Araf meminta bekas Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu membayar utang sejarah masa lalunya.
INDRA WIJAYA