TEMPO.CO, Yogyakarta - Penyidik di Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta segera menetapkan tersangka kasus penjualan lahan milik Universitas Gadjah Mada (UGM). Tersangkanya lebih dari dua.
Setelah penyelidikan selama delapan bulan, jaksa penyelidik menaikkan status kasus itu menjadi penyidikan sebulan lalu. "Segera akan kami umumkan tersangkanya," kata Purwanta Sudarmadji, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat, 9 Mei 2014.
Setelah penyelidikan kasus itu naik menjadi penyidikan memang belum ada tersangka yang ditetapkan. Namun, setelah pemeriksaan lebih dari 20 saksi, jaksa penyidik sudah bisa menyimpulkan dan bisa menetapkan tersangkanya.
Penyidik juga telah menyita aset tanah yang kini sudah berubah fungsi menjadi perumahan. Jadi, lahan itu saat ini menjadi sengketa dan selanjutnya harus diselesaikan secara perdata.
Selain tanah, penyidik juga menyita beberapa buku rekening bank milik Fapertagama, yang dulu bernama Yayasan Pembina Pertanian, yaitu buku tabungan di Bank Mandiri, BNI, Bank Bumi Putera, dan salah satu bank perkreditan rakyat. Nilai uang yang ada di rekening bank itu mencapai Rp 2 miliar. Bukti-bukti transaksi penjualan juga disita, seperti kuitansi dan lain-lain.
Para saksi yang dimintai keterangan antara lain dari Fapertagama, Bagian Aset UGM, perangkat Desa Banguntapan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bantul, dan lain-lain yang berhubungan dengan penjualan aset itu. Aset milik UGM itu dijual oleh Fapertagama seharga Rp 1,2 miliar kepada pengembang. Nilai itu seperti laporan kepada kantor pajak untuk pembayaran pajaknya. Padahal, nilai jual sesuai dengan kuitansi pembayaran--yang jumlahnya lebih dari lima kuitansi--lebih dari Rp 2 miliar.
Penjualan aset tanah yang dulu untuk praktek mahasiswa Fakultas Pertanian dan Fakultas Kehutanan itu terjadi pada 2003-2007. Sedangkan aset itu dibeli oleh panitia pembangunan gedung-gedung UGM pada 1963 dengan harga Rp 1,5 juta.
Namun yayasan yang didirikan pada 1969 itu menguasai lahan sejak 2000-an. Para pengurus dan anggotanya terdiri atas para dosen Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Menurut Purwanta, uang hasil penjualan lahan itu digunakan untuk bisnis yayasan. Ada pula uang yang dibagi-bagikan kepada pengurus dan disimpan di bank.
Menurut Kepala Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta Suyadi, barang-barang yang sita berhubungan dengan penjualan lahan itu. Meski pihak UGM mengatakan lahan itu bukan milik universitas, jaksa perpendapat lain. Menurut jaksa, banyak bukti yang menyatakan lahan 4.000 meter persegi itu milik UGM. "Penyitaan beberapa aset yang diperkirakan berasal dari situ (penjualan lahan)," kata Suyadi beberapa waktu lalu.
Juru bicara UGM, Wiwit Wijayanti, menyatakan pihaknya akan mengikuti proses hukum yang sudah ditangani oleh Kejaksaan Tinggi DIY. Buktinya, kata dia, para pengurus Fapertagama dan rektorat serta dosen juga kooperatif jika dipanggil oleh penyidik untuk dimintai keterangan.
Pengacara Fapertagama, Heru Lestarianto, menyatakan siap mendampingi jika ada tersangka dalam kasus itu. Namun ia akan mempelajari dakwaan atas kasus yang menimpa yayasan itu. "Kami jelas siap mendampingi. Kami akan pelajari dakwaannya seperti apa," katanya.
Ia menyatakan saat ini pihak UGM masih berkeyakinan itu aset bukan milik universitas. Saat itu lahan dibeli oleh sekumpulan dosen, termasuk Soedarsono (pernah jadi Menteri Pertanian). Memang, yang tercatat dalam pembelian lahan adalah Profesor Probodingrat, tapi sebenarnya yang membeli yaitu Soedarsono.
MUH SYAIFULLAH
Topik terhangat:
Tragedi JIS | Jokowi | Prabowo | Rachmat Yasin | Emon
Berita terpopuler lainnya:
Boediono Sebut Yang Mulia, JK: Saya Cukup Pak Hakim
Cara Bupati Bogor Mengelak Disebut Terima Suap
Sidang Century, Boediono: Itu Suara Ibu Miranda