TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Melawan Lupa meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memanggil mantan Komandan Korps Komando Pasukan Khusus Letnan Jenderal Purnawirawan Prabowo dan mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategi Angkatan Darat Mayor Jenderal Purnawirawan Kivlan Zein. Keduanya harus diminta untuk mengungkap kasus hak asasi manusia yaitu penculikan aktivis yang hingga saat ini masih misteri.
"Kivlan sudah mengungkap tahu tentang penculikan, penembakan, dan letak penguburan," kata Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti di Kantor Dewan Pertimbangan Presiden, Senin, 12 Mei 2014.
Ia menilai, SBY memiliki satu mandat dari rakyat yang belum selesai yaitu merampungkan kasus HAM masa lalu. Masyarat berharap SBY di sisa masa jabatannya memberikan perhatian dan tindakan nyata sebagai bukti keseriusannya mengungkap kebenaran.
Koalisi, menurut Poengky, juga meminta SBY untuk mengeluarkan Keputusan Presiden tentang pembentukan pengadilan HAM ad hoc. Pengadilan ini akan mengungkap seluruh kasus HAM yang menjadi beban Indonesia di masa lalu. Pengadilan ini juga yang akan menentukan status Prabowo.
Senada, Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi juga mendesak Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hukum dan HAM Albert Hasibuan segera memberikan rekomendasi kepada SBY. Watimpres diminta mengingatkan kepada SBY adanya kewenangan presiden untuk membantu dan memfasilitasi proses penyelesaian kasus HAM masa lalu.
Secara yuridis, menurut Hendardi, pembentukan Pengadilan HAM ad hoc juga telah kuat karena menjadi rekomendasi yang dikeluarkan Dewan Perwakilan Rakyat. Ia menampik ada alasan yang cukup mendasar bagi SBY untuk tak melaksanakan rekomendasi tersebut.
"Kalau mau memberi kesan yang baik, pemerintahan SBY harus menyelesaikan masalah HAM," kata dia. Pemanggilan terhadap Prabowo dan Kivlan, menurut Hendardi, dapat dilakukan dengan memberi perintah kepada Jaksa Agung untuk memeriksa.
Orang tua korban Kasus Semanggi Norma Irawan, Sumarsih mengklaim percaya pada Watimpres untuk mendesak SBY mempertimbangkan isi pengakuan Kivlan. Pengakuan tersebut menjadi kunci untuk membawa kasus HAM masa lalu ke pengadilan ad hoc.
"Bukan hanya semata demi keluarga korban, tapi untuk martabat bangsa," kata Sumarsih.
FRANSISCO ROSARIANS