TEMPO.CO, Malang - Pemerintah Kota Malang batal memberikan insentif bagi petani yang mempertahankan lahan pertaniannya. Rencananya, insentif tersebut berupa bantuan dana atau hibah untuk biaya produksi pertanian. "Belum ada peraturan daerah atau undang-undang yang mengatur insentif bagi petani," kata Kepala Dinas Pertanian Kota Malang Sapto Prapto Santoso, Selasa, 13 Mei 2104.
Semula, insentif itu bertujuan mempertahankan lahan karena alih fungsi lahan pertanian di Kota Malang semakin tahun semakin besar. Kawasan pertanian yang mengalami alih fungsi paling besar terjadi di Tunggul Wulung, Kecamatan Lowokwaru.
Di Tunggul Wulung, lahan dijual petani kepada investor sehingga beralih fungsi menjadi perumahan atau pabrik. Dampaknya, lahan pertanian terus menyusut tak terkendali. Pada 2007, luas lahan pertanian mencapai 1.550 hektare, namun empat tahun kemudian hanya tersisa 1.300 hektare.
"Tahun ini tersisa 1.250 hektare," katanya. Sekitar 230 hektare, kata dia, milik Pemerintah Kota Malang. Adapun sisanya dimiliki oleh petani perseorangan. Ia berjanji lahan pertanian milik pemerintah akan tetap dipertahankan. Sedangkan lahan pertanian milik perseorangan sulit dicegah tidak beralih fungsi. (Baca: Mentan Menyerah Genjot Swasembada Kedelai)
Volume produksi tanaman padi di Kota Malang mencapai tujuh ton per tahun. Meski lahan pertanian menyusut, ketahanan pangan tidak terpengaruh. Sebab, konsumsi bahan pangan sudah dicukupi dari daerah lain.
Anggota Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup Jawa Timur, Purnawan Dwikora Negara, mengatakan lahan pertanian merupakan bagian dari ruang terbuka hijau (RTH). Ia berharap luas lahan pertanian tetap dijaga. "Pemerintah bertanggung jawab terhadap berkurangnya RTH," ujarnya.
Penyusutan RTH, kata dia, selain menyebabkan penurunan produksi pertanian, juga menimbulkan ancaman banjir. Kini, dia melanjutkan, RTH di Kota Malang diperkirakan tersisa 1,8 persen dari luas Kota Malang 110,6 kilometer persegi.
Seharusnya, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang tata ruang, luas area RTH setidaknya 30 persen dari total luas wilayah. Yakni 20 persen untuk ruang publik dan 10 persen untuk ruang privat.
EKO WIDIANTO