TEMPO.CO, Jakarta - Berbagai sublimasi dilakukan para calon legislator yang gagal meraih kursi legislatif dalam Pemilihan Umum 2014. Yang masih punya sisa uang cukup banyak, umumnya berobat ke rumah sakit jiwa.
Yang merasa dikhianati, uring-uringan dengan mengucap sumpah serapah atas nasibnya sampai mematok jalan. Yang kere dan mengalami stres mengurung diri di dalam rumah, membuka pakaian di jalan, bahkan sampai berniat menjual ginjal. (Baca: Caleg Stres, dari Ngomel hingga Telanjang)
Chandra Saputra, 26 tahun, adalah satu dari ribuan caleg yang gagal meraih kursi dalam pemilu 9 April lalu. Laki-laki asal Cepu, Blora, Jawa Tengah, itu merupakan caleg dari Partai Demokrat di daerah pemilihan Pekalongan 4 dengan nomor urut tujuh.
Uangnya sebesar Rp 600 juta sebagai modal sosialisasi pada masa kampanye amblas. Pasca-pencoblosan hingga kini, dia terilit utang Rp 420 juta. Untuk menutupi utang-utangnya, dalam kondisi setengah waras, dia mengutarakan niat menjual ginjalnya. (Baca: Chandra, Caleg Gagal Berniat Jual Ginjal )
Bermodalkan uang sisa kampanye sebesar Rp 3 juta, pada 5 Mei lalu, Chandra berangkat dari Pekalongan ke Jakarta. Setelah menggelandang beberapa hari, dia singgah ke Masjid Agung Sunda Kelapa, Jalan Taman Sunda Kelapa 16, Menteng, Jakarta Pusat.
"Saya lihat masjid ini pas lagi makan, terus masuk dan ngobrol ke penjaganya supaya diizinkan untuk tinggal di sini," ujar Candra yang saat ditemui Tempo menggunakan celana panjang hitam dan kemeja garis-garis lengan panjang. "Alhamdulillah, penjaga masjid mengizinkan saya untuk tinggal," kata Candra senang.
Kepada marbot (penjaga) masjid, dia tidak menceritakan niat menjual ginjal yang bertentangan dengan hukum itu. "Saya hanya bilang mau menenangkan diri sambil ibadah," ungkapnya. Untuk beristirahat, Chandra bersama kaum musafir lainnya yang berjumlah sekitar 40 orang menggunakan ruang utama masjid tersebut.
"Banyak yang tidur di sini kalau malam, perempuan juga ada," katanya. "Ya udah, kita pasang karpet dan tidur rame-rame sampai azan subuh," ujarnya.
Rupanya, lama-kelamaan beberapa pengurus masjid mengetahui alasan dia tinggal di masjid itu. "Mereka sangat baik dan membantu saya memperdalam ibadah atau sekadar berbicara mengenai ajaran agama," katanya.
Selama dia "nyantri," rupanya banyak jemaah Masjid Sunda Kelapa yang merasa iba atas tragedi yang menimpanya. "Alhamdulillah, banyak yang bantu. Kalau untuk makan sedikit berkurang, karena saya setiap Senin dan Kamis puasa," ujar Chandra.
Suasana Masjid Sunda Kelapa yang nyaman, asri, dan penuh nuansa keagamaan membuatnya betah di sana. "Nyaman dan jadi tambah semangat untuk ibadah," ujar lulusan D-3 Manajemen suatu perguruan tinggi swasta di Semarang itu.
Selama menjadi "santri", Chandra sempat menemui Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan untuk membahas rencananya menjual ginjal. Namun Dahlan memberi saran agar Chandra tidak menjual ginjalnya. Bahkan Dahlan memberi bantuan uang, sehingga dia mengurungkan niatnya itu. (Baca: Tawarkan Ginjal, Caleg Gagal Temui Dahlan)
Pergumulan batinnya selama di "rumah Allah" serta solusi dari jemaah dan Dahlan membuat dia kembali tegar. "Senin depan kembali ke Pekalongan," ucap Chandra. Di Pekalongan, dia akan membuka usaha. "Bekerja sambil mencicil utang kepada orang-orang yang sudah membantu saya," ujarnya.
ODELIA SINAGA