TEMPO.CO, Bogor - PT Pertamina (Persero) mengatakan siap menjalankan hasil rekomendasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengenai tabrakan kereta api rel listrik Commuter Line dengan mobil truk tangki Pertamina di pintu perlintasan Bintaro Permai, Jakarta Selatan.
“Tentu apa yang menjadi rekomendasi akan kami perbaiki,” kata juru bicara Pertamina, Ali Mundakir, dalam Media Gathering Pertamina di Sentul, Bogor, Kamis, 15 Mei 2014.
Kemarin KNKT mengumumkan hasil investigasinya. Kepala Sub-Komite Kecelakaan Jalan Raya KNKT Kusnendi Soehardjo mengatakan, dari investigasi yang berlangsung selama tiga bulan itu, pihaknya menemukan beberapa fakta.
Di antaranya palang pintu perlintasan tidak ditutup, jalan rusak sehingga truk tangki Pertamina tidak bisa melaju dengan kecepatan minimum 12,8 kilometer per jam, dan masinis Darman Prasetyo tidak punya cukup waktu untuk menghentikan KRL. (Baca: Tragedi Bintaro, Truk Tangki Terhambat Jalan Rusak, Tragedi Bintaro, Masinis Tak Cukup Waktu Rem KRL, Pangkat Masinis Kereta Bintaro Naik Dua Tingkat)
Untuk mencegah terulangnya kecelakaan serupa, ujar Kusnendi, KNKT mengeluarkan rekomendasi bagi Direktorat Jenderal Perkeretaapian dan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta, PT Pertamina Patra Niaga, dan PT Kereta Api Indonesia. (Baca: Tragedi Bintaro, Pertamina Kaji Perekrutan Sopir)
Saat peristiwa terjadi, kata Kusnendi, pengemudi truk tangki, Chosimin, jika dilihat dari perspektif kewaspadaan terhadap situasi kritis, kurang memahami situasi sebelum kecelakaan terjadi. (Baca: Pertamina Klaim Sopir Truk Penubruk Kereta Berizin)
Karena itu, "KNKT merekomendasikan Pertamina Patra Niaga agar mengkaji ulang persyaratan sistem perekrutan pengemudi," ujarnya.
Ali mengatakan, ada atau tidak kecelakaan, sebenarnya Pertamina selalu melakukan update atau peningkatan kualitas para sopirnya. “Kami secara continue terus melakukan pelatihan-pelatihan atau pendidikan. Kejadian kemarin tentu akan menjadi bahan kajian,” kata Ali.
Ia mengungkapkan bahwa salah satu peningkatan kualitas yang telah dilakukan perusahaan adalah membatasi jam kerja para sopir per hari. “Jadi kalau sudah sampai pada jam tertentu itu tidak boleh lagi,” katanya.
Ketika disinggung mengenai kemungkinan PT KAI meminta ganti rugi atas kereta yang tertabrak, Ali enggan berkomentar. “Kami tidak mau berandai-andai, tapi hasil KNKT kan jelas bukan kesalahan sopir,” katanya.
Pada Senin, 9 Desember 2013, pukul 10.00 WIB, mobil barang kereta tempelan (semi-trailer) tangki bernomor polisi B-9265-SEH dengan muatan 24 ribu liter Premium melaju dari depo Pertamina di Plumpang menuju kawasan Bintaro, Jakarta Selatan. Cuaca saat itu berawan, tidak terjadi hujan. Batas pandang horizontal pun baik dan lalu lintas relatif tidak macet.
Pada 10.53 WIB, rangkaian KRL yang terdiri atas delapan kereta penumpang berangkat dari Stasiun Serpong menuju Stasiun Tanah Abang. Sekitar pukul 11.15 WIB, KRL dan truk tangki dari arah Tanah Kusir menuju Ceger bertabrakan di pintu perlintasan nomor 57A.
Akibatnya, api membakar seluruh bagian truk tangki, bagian depan KRL, dan beberapa bangunan dalam radius 15 meter. Sebanyak 9 orang tewas dan 85 orang terluka. (Baca: Tragedi Kereta Bintaro, Truk Tangki Memaksa Masuk? dan Tabrakan Kereta Ulujami Mirip Tragedi Bintaro)
ANANDA PUTRI