TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Hasan Aoni Aziz memprediksi masa keemasan sigaret kretek tangan (SKT) tinggal lima tahun ke depan. Melonjaknya pangsa pasar sigaret kretek mesin (SKM) yang digandrungi kaula muda menyebabkan pangsa pasar rokok tanpa filter tersebut terus menyusut.
“Kalau tidak segera ada campur tangan pemerintah, ya, tinggal kenangan saja,” ujarnya saat dikonfirmasi, Ahad, 18 Mei 2014.
Kemunculan produk SKM dengan produk utama rokok yang dilengkapi busa filter saring nikotin pada tiap batangnya cukup memukul pertumbuhan SKT. Dengan kemasan dan citra rokok yang dianggap pas bagi kalangan muda, mereka berhasil mencatatkan pertumbuhan signifikan dalam waktu singkat. ”Rokok ini memberikan sensasi dan cita rasa yang baik bagi kalangan muda,” ujarnya.
Selain itu, penggunaan bahan baku dan tenaga kerja yang menitikberatkan pada kinerja mesin menyebabkan perusahaan lebih berpihak pada peningkatan produksi rokok filter daripada sigaret yang menggunakan sebagian besar keahlian tenaga kerja. “SKT itu lebih padat modal karena tenaga kerja dan sebagainya, sementara SKM lebih ke padat karya,” ujarnya.
Lembaganya mencatat pangsa pasar rokok filter dalam lima tahun mencapai 66,20 persen dari seluruh pasar rokok Tanah Air, sementara SKT justru terus menurun hingga menyisakan 26 persen. Sedangkan sisanya diisi segmen sigaret putih mesin (SPM) 5,9 persen dan produk lainnya sekitar 1,7 persen.
“Rata-rata pertumbuhan mereka bisa hingga 5 persen per tahun. Jika dibiarkan, lima tahun mendatang SKT menjadi barang langka yang mahal,” ujarnya.
Selain persaingan dengan produk rokok filter, kata Hasan, kendala lain yang membelenggu pertumbuhan SKT adalah akibat lemahnya dukungan pemerintah. Hingga kini, cukai untuk rokok terbilang tinggi, yang berdampak pada menurunnya pendapatan perusahaan. “Mereka tidak pernah memikirkan jika produk sigaret tangan ini merupakan warisan Indonesia. Harusnya dilindungi pemerintah,” tuturnya.
Hasan mencontohkan, pemutusan kerja sekitar 4.900 karyawan PT HM Sampoerna di Lumajang dan Jember merupakan bukti besarnya beban tenaga kerja yang harus ditanggung perusahaan, sementara segmen pasar SKT terus menurun. “Lakukan upaya menurunkan pajak cukai rokok agar produk sigaret tetap eksis,” ujarnya.
JAYADI SUPRIADIN
Berita Terpopuler:
Aburizal-Pramono Edhie Tunda Kemenangan Jokowi
Pendamping Jokowi Baru Akan Dideklarasikan Senin
Tantri Kotak: Husein Masuk Grand Final Itu Kejutan
Masuk Senayan, Dave Laksono Incar Komisi I