TEMPO.CO, Bandung - Pakar politik dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, mengatakan, jika bergabung dengan kubu Prabowo-Hatta, Partai Demokrat akan menjadi lawan berat bagi Jokowi-Jusuf Kalla. "Kalau Demokrat merapat ke Prabowo, akan menjadi lawan berat Jokowi-JK," katanya di Bandung, Senin, 19 Mei 2014.
Dia beralasan, dengan terlibatnya Partai Demokrat, berarti ketua umum partai itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, juga ikut terlibat. "Kalau SBY ikut maju, ini artinya sudah sedikit-banyak meringankan kerja Prabowo dan kawan-kawan," katanya.
Menurut Asep, kans bergabungnya Partai Demokrat ini terbuka berkat langkah Prabowo mengambil Hatta Rajasa sebagai calon wakil presidennya. Hatta merupakan besan SBY. "Hatta Rajasa digandeng, masak sih gak bisa ngajak Demokrat," katanya.
Asep mengatakan pemilu legislatif kemarin sudah membuktikan peran SBY. Menurut analisisnya, faktor SBY-lah yang menahan anjloknya suara Partai Demokrat di tengah maraknya isu dugaan korupsi yang nyaris merata melanda semua lini partai itu, sehingga parati biru itu masih bisa meraup perolehan suara menembus 10 persen. "Kalau tidak ada itu, (perolehan suaranya) bisa di bawah 5 persen," katanya.
Menurut Asep, jika Demokrat memilih menjadi penonton, Jokowi-JK nyaris tidak tertandingi. Dia beralasan, hasil sigi berbagai lembaga survei menempatkan pasangan itu di posisi teratas. "Dari situ saja di atas kertas Jokowi itu kuat," katanya.
Asep menyarankan Partai Demokrat menggunakan haknya mendukung salah satu pasangan calon presiden-wakil presiden yang ada saat ini. Sebab, sebagai partai politik yang memenangi kursi di parlemen, kata Asep, Demokrat wajib terlibat dalam pemilu presiden. "Kalau hanya menjadi penonton, dia tidak menjalankan fungsinya sebagai partai politik," katanya.
Ihwal pemilihan Hatta Rajasa oleh Prabowo, Asep menilai keputusan itu sudah optimal bagi mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu. Menurut dia, PKS yang menyorongkan tiga calon malah menyulitkan Prabowo dalam memilih, sehingga malah cenderung mengabaikan usul itu. Adapun pemilihan Suryadharma Ali riskan mengingat adanya kekisruhan di lingkup internal partai yang dipimpinnya belum lama ini. "Yang paling optimal memang memilih Hatta," katanya.
AHMAD FIKRI
Berita Terpopuler:
Profil Wisnu Tjandra, Bos Artha Graha yang Hilang
Polisi Cari Petinggi Artha Graha yang Hilang
Akbar: Rapat Pimpinan Nasional Golkar Aneh