TEMPO.CO, Surakarta - Industri rokok harus memutar otak dalam mengeluarkan sejumlah jurus agar tetap beroperasi seiring makin tak kondusifnya iklim usaha industri tersebut. Pimpinan cabang Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, dan Minuman Surakarta, Ahmad Yasir, menyatakan salah satu opsi yang diambil sejumlah industri rokok agar bisa bertahan adalah dengan mulai mengurangi jumlah pekerjanya.
Solusi yang diambil industri rokok lainnya, kata Achmad, adalah dengan menggilir jadwal masuk kerja, sehingga tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK). “Seminggu masuk, seminggu libur. Jadi, tidak ada pekerja yang dikeluarkan,” tuturnya, Selasa, 20 Mei 2014.
Strategi lainnya agar industri rokok tetap bertahan yaitu dengan melakukan efisiensi keuangan dan mengurangi biaya operasional. Hal-hal tersebut dilakukan jika industri merasa masih bisa mencatatkan keseimbangan antara pendapatan dan biaya operasional. “Jika terus merugi, untuk apa tetap beroperasi. Lebih baik ditutup sekalian,” ujar Achmad. (Baca: Sampoerna Beralih ke Kretek Mesin, CT Anggap Wajar)
Pernyataan tersebut merespons pengumuman penutupan pabrik rokok milik PT HM Sampoerna Tbk di Lumajang dan Jember, Jawa Timur, akhir pekan lalu. Perusahaan itu bakal merumahkan 4.900 karyawannya per 1 Juni 2014. (Baca: Konsumsi Rokok Kretek Terus Turun)
Juru bicara HM Sampoerna, Maharani Subandhi, mengatakan langkah itu dilakukan akibat menurunnya pasar produk sigaret kretek tangan (SKT). Tahun lalu, volume penjualan SKT turun 13 persen dan pada kuartal pertama tahun ini turun lebih dalam, yakni 16,1 persen.
Nah, penutupan pabrik rokok tersebut dinilai Achmad bakal berdampak pada industri rokok lainnya, khususnya yang berskala kecil. Saat ini terdapat sembilan pabrik rokok skala kecil dan menengah di eks Karesidenan Surakarta yang terdaftar di Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, dan Minuman Surakarta.
Namun masih ada sejumlah pabrik rokok lain yang tidak terdaftar. Pasalnya, bila ditotal, ada 23 pabrik rokok skala kecil sampai besar di eks Karesidenan Surakarta berdasarkan data Bea dan Cukai. Dua di antaranya termasuk pabrik besar, yakni milik Sampoerna di Klaten dan milik Gudang Garam di Sragen.
Achmad juga menyayangkan, bila semakin banyak pabrik rokok yang tutup, bakal menimbulkan lebih banyak angka pengangguran. Sebab, secara karakteristiknya, pabrik rokok termasuk industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja.
UKKY PRIMARTANTYO
Berita terpopuler:
Jadi Cawapres, Ini Daftar Kebijakan Kontroversi JK
Profil Wisnu Tjandra, Bos Artha Graha yang Hilang
Inanike, Pramugari Garuda yang Salat di Pesawat