TEMPO.CO, Bogor - Puluhan pakar klimatologi dari sejumlah negara di Asia Tenggara dan Belanda berkumpul di Puncak, Bogor, pada Selasa, 20 Mei 2014. Mereka berdialog dan mengundang lebih banyak aktor untuk upaya adaptasi terhadap perubahan iklim.
"Program ini menyediakan media untuk dialog dengan penyedia data, pengguna, dan stakeholder mengenai persyaratan berkaitan dengan aplikasi iklim dan strategi penelitian," kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatilogi, dan Geofisika (BMKG) Andi Eka Sakya.
Pertemuan dilakukan dalam kerangka lokakarya Southeast Asia Climate Assessment and Dataset (SACA&D) di Pusat Pendidikan BMKG, Desa Citeko, Puncak, Bogor. Mereka rencananya akan berada di sana selama empat hari sejak Selasa.
Andi menjelaskan, SACA&D adalah visualisasi data iklim dan alat analisis yang dikembangkan Badan Meteorologi Belanda (KNMI) dan BMKG. Sistem data dan analisis itu beroperasi berdasarkan data iklim harian. Adapun Indonesia menyumbang suplai datanya lewat jaringan 60 stasiun yang dimilikinya.
Selain Indonesia, ada sumbangan dari Singapura dengan 1 stasiun, Vietnam 14 stasiun, dan Malaysia 7 stasiun. "Semua data ini dapat bermanfaat untuk masing-masing negara untuk mengetahui kondisi iklim yang sedang bahkan akan terjadi," tuturnya.
Pakar meteorologi dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), Peer Hechler, mengatakan adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan masalah kompleks dan lintas sektor. Instansi pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta pada berbagai tingkatan, baik global, regional, maupun nasional, diharapkannya ikut terlibat.
Tak hanya itu, masing-masing pihak tadi juga membutuhkan konstan informasi yang akurat mengenai tren iklim. "Ini akan membantu memudahkan dalam pengambilan keputusan, informasi kebijakan, dan pelaksanaan tindak nyata," katanya.
M. SIDIK PERMANA
Terpopuler
Pengamat: Hanya Dua Poros Capres, Jokowi Untung
Chairul Tanjung Larang Pembelian Kendaraan Dinas
Sperma Tertua di Dunia Ditemukan di Australia
Ryan Giggs Akhiri Karier di Manchester United