TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang Zainudin menyatakan prihatin atas aksi penyegelan Sekolah Dasar Negeri Panongan 2, Kecamatan Panongan, oleh sejumlah warga yang mengaku sebagai ahli waris.
Akibat penyegelan itu, ratusan siswa SD yang sedang mengikuti ujian terpaksa diungsikan ke SDN Panongan 3. "Mestinya, penyegelan itu tidak perlu terjadi, apalagi menganggu kegiatan belajar-mengajar siswa," kata Zainudin, Rabu, 21 Mei 2014.
Zainudin mengatakan kapasitas Dinas Pendidikan terkait dengan masalah sengketa lahan tersebut hanya sebagai pengguna fasilitas bangunan sekolah itu. "Soal latar belakang lahan, kami tidak begitu paham," ujarnya.
Menurut dia, masalah tersebut merupakan peninggalan pemerintah terdahulu era 1980-an, saat sekolah inpres ditetapkan Presiden Soeharto. "Buntutnya sampai sekarang," tuturnya.
Saat itu, kata Zainudin, pemerintah membangun sekolah seperti mengejar target tanpa diselidiki dulu asal usul dan latar belakang lahannya. "Pokoknya, ada lahan kosong, bangun sekolah," katanya. Jadi, permasalahan sengketa lahan sekolah hingga kini masih banyak terjadi.
Ia mengakui masih banyak bangunan SD di Kabupaten Tangerang yang lahannya masih bermasalah. Terkait dengan aksi penyegelan SDN Panongan 2 yang hari ini memasuki hari kedua, Zainudin mengatakan pihaknya sudah melakukan langkah pengamanan bagi siswa yang sedang melakukan ujian tersebut.
"Sudah diungsikan dan dipastikan mereka ikut ujian menempati SDN Panongan 3," katanya. Zainudin yang baru beberapa bulan menjabat Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang berjanji akan mencarikan solusi terbaik bagi permasalahan tersebut.
Penyegelan bangunan sekolah tersebut dilakukan sejumlah warga yang mengaku sebagai ahli waris dari Kasti bin H Sakrim, Selasa, 20 Mei 2014. Penyegelan dilakukan dengan cara memasang palang bambu dan spanduk persis di pintu gerbang sekolah hingga menyebabkan akses keluar-masuk sekolah itu terkunci.
Ahli waris mengaku penyegelan sekolah itu dilakukan agar Pemerintah Kabupaten Tangerang memberikan ganti rugi kepada mereka atas lahan seluas 3.096 meter yang ditempati sekolah itu. "Sudah 30 tahun lebih lahan itu dikuasai oleh pemerintah, tanpa ada kejelasan status," ujar juru bicara ahli waris, Sahroni.
Sahroni menuturkan, pada 1974, keluarga menghibakan tanah tersebut untuk pembangunan sekolah, dengan syarat pemilik lahan akan dipekerjakan di sekolah itu sebagai pegawai.
Namun, kata Sahroni, alih-alih mendapatkan jatah pegawai, saat menuntut hak, salah satu anggota keluarga bernama Janaan malah ditangkap dan sempat dijebloskan ke dalam sel selama dua hari. "Kami akan tetap menyegel sekolah ini kalau pemerintah tidak mau memberikan ganti rugi."
Kasus sekolah dengan lahan bermasalah tersebar di beberapa tempat di Tangerang. Akibatnya, banyak sekolah terancam disegel ahli warisnya. (Baca: Lahan Bermasalah, Belasan SD Tangerang Rawan Segel)
JONIANSYAH