TEMPO.CO, Jember - Petani tembakau di Kabupaten Jember khawatir dengan penutupan pabrik sigaret kretek tangan (SKT) milik Sampoerna di Desa Garahan Kecamatan Silo, Jember, berdampak pada harga tembakau hasil panen dua hingga tiga bulan mendatang. "Sekarang sedang musim tanam, pabrik tiba-tiba ditutup, ya kami khawatir sekali," kata Ketua Asosiasi Petani Tembakau Kasturi (APTK) Jember Abdurrahman, Kamis, 22 Mei 2014.
Menurutnya, pabrik yang beroperasi sejak 2013 itu sebenarnya memberikan dampak positif bagi para petani tembakau. Pasalnya, kebutuhan bahan baku rokok dan nilai jual atau harga tembakau hasil panen terasa lebih tinggi atau meningkat. "Kami tidak ingin seperti tahun 2011-2012 lalu, tembakau banyak tapi harganya murah."
Hal senada diungkapkan Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia Hendro Handoko. Penutupan pabrik Sampoerna secara otomatis mengurangi 'pasar' tembakau petani Jember. "Dan sangat mungkin permainan harga tembakau di gudang-gudang yang ada marak lagi dan membuat petani rugi."
Saat ini, kata dia, APTI Jember mencatat sekitar 17 persen petani di Jember sudah mulai menanam tembakau. Kebanyakan mereka adalah petani di sekitar bekas pabrik Sampoerna seperti di Kecamatan Mayang, Kalisat, Ledokombo, Sumberjambe, Jelbuk, dan Sukowono.
Pada 13 Juni 2013, PT HM Sampoerna meresmikan pabrik SKT baru di Kabupaten Jember. "Ini pabrik SKT ketujuh, yang akan memproduksi rokok Dji Sam Soe," ujar Presiden Direktur Sampoerna, Paul Janelle, saat itu.
Pabrik itu, kata Paul, akan memproduksi sekitar 3,2 miliar batang rokok setahun. Pabrik baru yang terletak di kilometer 24 jalur Jember-Banyuwangi itu akan mendorong efek berantai secara ekonomis di Jember. Selain menyerap sekitar 7.500 tenaga kerja, kata dia, pabrik itu akan menumbuhkan sektor usaha dan sektor jasa di Jember. Tapi kenyataannya, Sampoerna malah menutup pabrik rokoknya.
MAHBUB DJUNAIDY