TEMPO.CO, Jakarta - Meningkatnya kebutuhan dolar di akhir bulan yang ditambah dengan menguatnya mata uang safe haven membuat rupiah semakin terpuruk.
Di transaksi pasar uang Jumat, 23 Mei 2014, rupiah ditutup melemah 77 poin (0,67 persen) ke level 11.607 per dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah mengalami depresiasi paling tajam terhadap dolar dibanding mata uang regional Asia lainnya.
Selama sepekan, rupiah telah melemah 194 poin (1,71 persen) dibanding akhir pekan sebelumnya yang masih di level 11.413 per dolar AS.
Analis pasar uang dari Bank Mandiri, Reny Eka Putri, mengatakan kombinasi antara sentimen negatif dalam maupun luar negeri membuat rupiah sulit untuk keluar dari tren pelemahan. "Permintaan dolar korporasi yang meningkat menjelang akhir bulan membuat dolar diburu sehingga harganya naik."
Di saat yang sama, posisi dolar sebagai aset keuangan paling aman sedang perkasa. Kepercayaan investor global terhadap ekonomi Amerika kembali pulih setelah rilis data-data ekonomi terbaru menunjukkan perbaikan signifikan.
Data kilas manufaktur AS bulan Mei naik ke level 56,2 semakin mengukuhkan bahwa perekonomian AS tetap berada pada lajurnya. Selain itu, data penjualan rumah bekas di juga tumbuh ke angka 4,65 juta dibanding bulan sebelumnya di angka 4,59 juta. "Ini menambah keyakinan pasar bahwa bank sentral AS (The Fed) tidak akan memperlambat pemangkasan stimulus moneter," ungkap Reny.
Menurut Reny, pelemahan rupiah yang tajam dalam waktu singkat bisa mengkhawatirkan pelaku pasar. Ia berharap BI bisa lebih agresif di pasar uang. "Rupiah semakin volatile dan mendekati 11.700 per dolar. BI diharapkan turun tangan."
PDAT | M. AZHAR
Berita Terpopuler:
KPK Incar Suryadharma Ali Sejak Januari Lalu
Jadi Menteri Agama, Kekayaan Suryadharma Melonjak
Jessica Hamil, Melaney Ricardo Ucapkan Selamat
Suryadharma Ali Akhirnya Jadi Tersangka
Harta Pristono Rp 26 Miliar Berasal dari Mertua