TEMPO.CO, Cannes - Meskipun industri filmnya belum berkembang, Brunei Darussalam tidaklah asing bagi masyarakat film dunia. Setidaknya, lewat Pangeran Azim, negeri ini jadi pembicaraan di Festival Film Cannes 2014.
Putra Sultan Hassanal Bolkiah itu menjadi salah satu produser dan pemberi modal film Hollywood You're Not You yang dibintangi aktris Hillary Swank. Sayang, saat peluncuran film tersebut, sang pangeran tidak kelihatan batang hidungnya.
Berita yang berkembang di Cannes, Pangeran Azim memilih ngumpet untuk menghindari wartawan. Hal ini diduga terkait dengan undang-undang baru Brunei yang memberlakukan hukum rajam bagi pelaku homoseksualitas—yang menyulut boikot banyak selebritias dunia, termasuk dunia film.
Pangeran Azim yang justru banyak bergaul di lingkaran superstar gay dan jetset dunia rupanya sadar, kalau datang ke Cannes, ia akan dikerubuti ribuan wartawan yang akan mencecarnya dengan pertanyaan seputar hal itu.
Jika Pangeran Azim menghindari publisitas di Cannes, lain halnya dua kakak-beradik warga Brunei, Siti dan Din Kamaluddin. Keduanya justru bekerja keras untuk bertemu dengan sebanyak mungkin kalangan untuk mempromosikan Yasmine. Ini film komersial pertama dalam sejarah Brunei. Sebelumnya, di Brunei hanya ada film-film “penyuluhan” dan iklan. Siti yang sehari-hari bekerja di bidang periklanan menjadi sutradara perempuan pertama Brunei.
Yasmine hadir di Marche du Film—pasar film. Siti dan Din cukup pintar dalam berpromosi dalam pesta film terbesar sejagat yang supersibuk itu. Mereka membagi dua anjungan booth 23.06 berukuran 4 x 3 meter di Palais 1 itu: setengah dibuat terbuka—untuk menerima pengunjung dll.—setengahnya dibuat tertutup sebagai bilik khusus untuk pemutaran film.
Dan mereka cukup berhasil. Sepanjang Marche du Film, belasan kurator dan direktur festival serta para distributor bisa diyakinkan untuk masuk ke bilik dan menonton Yasmine di monitor berukuran 42 inci. Karena hanya ada satu set headphone di dalam bilik, pengalaman menonton lebih menyerupai private screening.
"Tapi kadang ada dua atau tiga orang yang menonton, jadi terpaksa suaranya dilepas, jadi agak bising di luar," kata Din. Mereka yang sempat menonton, kata Din, antara lain berasal dari Kanada, Amerika Serikat, India, Cina, Italia, Prancis, Korea, Austria, dan negara-negara Timur Tengah.
Yasmine bercerita tentang seorang gadis remaja yang jatuh cinta kepada pemuda yang mahir bersilat di sekolahnya. Sebagai film pertama, baik bagi Brunei maupun Siti, Yasmine tidak mengecewakan. Yasmine adalah sebuah film remaja yang ringan, menyenangkan, gampang ditonton, juga menegangkan. Selain ceritanya mengalir, gambar-gambarnya pun jempolan. Bahkan adegan perkelahian yang disuguhkan juga meyakinkan.
Skenario Yasmine dikerjakan oleh penulis Indonesia, Salman Aristo. Yang punya ide cerita adalah Siti. “Begitu melihat film Laskar Pelangi, saya langsung ingin Salman Aristo yang menulis skenarionya,” kata Siti.
Yasmine bukan satu-satunya film Brunei yang terlibat di Cannes 2014. Masih ada dua film Brunei lain, yaitu Lobak di kategori Short Films Corner; dan Ostrich, yang diputar di Marche du Film di anjungan dua Bulls on A Hill Film. Lobak dan Ostrich merupakan karya dari sutradara yang sama, Abdul Zainidi .
Abdul Zainidi, 36 tahun, sebetulnya merupakan orang Brunei pertama yang terlibat di Festival Film Cannes. Film pendeknya, Bread Dream, diputar di Short Corner Film Cannes 2012. Kali ini, selain menyajikan film pendek, Abdul Zainidi juga berhasil mendapat giliran pemutaran di sebuah anjungan Marche du Film untuk film panjangnya, Ostrich. “Ini sebuah film horor yang didasarkan pada kepercayaan tradisional di masyarakat Brunei,” kata Abdul. Berbeda dengan Yasmine yang merupakan film komersial, Ostrich hanya berbiaya US$ 8000.
Dua film di Marche du Film Cannes 2014 untuk negara tanpa tradisi film seperti Brunei jelas lebih dari lumayan.
GING GINANJAR