TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menyatakan PT Chevron Pacific Indonesia tidak meminta fasilitas apa pun dari pemerintah dalam pelaksanaan proyek gas laut dalam (Indonesian Deep Water Development/IDD) di Selat Makassar, Kalimantan Timur.
"Dalam artian, Chevron tidak meminta tax holiday, keringanan pajak, keringanan aturan dan lainnya," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung usai rapat koordinasi membahas kelanjutan proyek Chevron, Jumat malam, 30 Mei 2014.
Ia menyebutkan pihak Chevron hanya meminta percepatan proses perizinan. Sebab, pelaksanaan proyek senilai US$ 12 miliar selama ini terus terhambat. (Baca: BKPM-Chevron Bahas Investasi US$ 12 Miliar)
Sebelumnya, dalam rapat yang dihadiri beberapa menteri terkait itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral takut melakukan percepatan proyek. Menurut Chairul, ketakutan itu timbul setelah SKK Migas dan Kementerian Energi diterpa kasus yang menjerat beberapa petingginya.
Namun, kini pemerintah memastikan akan mempercepat pelaksanaan proyek gas laut dalam tersebut, terutama setelah Chairul melakukan klarifikasi mengenai banyak hal dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Percepatan ini adalah tanggung jawab pemerintah, termasuk Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)," kata Chairul.
Menteri Chairul menyatakan salah satu alasan percepatan itu adalah besarnya nilai pendapatan berupa gas itu baru diperoleh pemerintah pada 2016 mendatang atau saat Chevron telah berhasil memproduksi gas. Dalam rencana investasi yang diajukan, perusahaan itu memperkirakan produksi gas bakal mencapai sedikitnya 2,3 triliun cubic feet (TCF) per tahun. (Baca: Chevron Lirik Potensi Panasbumi Gunung Geureudong)
Kepala BKPM Mahendra Siregar meyakini percepatan perizinan yang dilakukan pemerintah tidak akan berdampak buruk. Perjanjian itu dipastikan menguntungkan kedua belah pihak sehingga baik Chevron mau pun pemerintah berhak menuntut jika terjadi pelanggaran perizinan. "kita kan bukan sekali ini meneken perjanjian," ujarnya.
Sama seperti Chairul, Mahendra belum menyebutkan besar pendapatan yang akan diterima pemerintah. Ia hanya mengatakan standar keuntungan yang diperoleh pemerintah tergantung volume minyak yang dihasilkan dan pajak yang dikenakan.
PERSIANA GALIH
Berita terpopuler:
Cadbury Mengandung Babi Tak Beredar di Indonesia
Jaringan Jeblok, Telkomsel Diminta Beri Kompensasi
Banyak Libur, Harga Emas di Jakarta Turun