TEMPO.CO, Jakarta - Tim sukses Joko Widodo-Jusuf Kalla Bidang Energi, Darmawan Prasojo, mengatakan jika pasangan tersebut terpilih dalam pemilihan presiden, mereka akan menitikberatkan kebijakan pada penyediaan energi murah seperti gas. Adanya energi murah akan membuat masyarakat meninggalkan bahan bakar minyak bersubsidi.
"Adapun penghapusan subdisi adalah implikasi apabila sudah tersedia energi murah," kata Darmawan, saat melakukan diskusi di Warung Daun Jakarta, Sabtu, 31 Mei 2014.
Penyediaan gas untuk energi, kata dia, mutlak dilakukan sebagai pengganti bahan bakar minyak. Apalagi, dari produksi minyak dan gas Indonesia yang mencapai 2,5 juta barrel oil equivalen, sebagian besar merupakan gas.
Sayangnya, kata Darmawan, hal tersebut tak diiringi dengan infrastruktur gas yang baik. Akhirnya sumber energi yang sebenarnya bisa digunakan untuk kebutuhan dalam negeri justru diekspor. Selain itu, penyediaan energi murah perlu dilakukan karena setidaknya pemerintah harus mengeluarkan Rp 275 triliun untuk BBM dan Rp 100 triliun untuk listrik. (Baca: Janji Prabowo: BBM Mahal untuk Orang Kaya)
Jika dibandingkan dengan Malaysia, pendapatan Pertamina jauh lebih kecil. Dari 850 ribu barel minyak per hari, hanya 20 persen yang diproduksi Pertamina, sedangkan 80 persennya oleh asing. Pendapatan Pertamina per tahun hanya 20 triliun, sedangkan Petronas bisa meraup hingga Rp 200 triliun. Ini karena 60 persen energi Malaysia diproduksi sendiri oleh lokal.
Selisih pendapatan yang begitu besar, menurut Darmawan, disebabkan karena karakter pengelolaan yang dilakukan oleh kedua negara berbeda. Di Indonesia, pendapatan energi hanya digunakan untuk jangka pendek. "Artinya bagaimana hanya APBN mendapatkan aliran dana saja, tanpa berpikir panjang," ucapnya.
Untuk itu, tim Joko Widodo dan Jusuf Kalla, kata Darmawan, akan mengembalikan karakter utama, yaitu menggunakan pendapatan dari energi untuk jangka panjang.
Ketika ditanya apakah tak takut langkahnya akan mengurangi simpati publik, Darmawan mengatakan hal itu dilakukan demi kepentingan negara. Menurut dia, kisruh yang terjadi pada penyediaan energi murah yang saat ini terjadi seperti pada LPG tak akan terulang. "Ada standarnya. Saya kira kalau dilakukan dengan benar tak akan ada masalah."
Salah satu strategi jangka panjang mereka adalah pengalihan dari bahan bakar minyak ke gas. "Sekali saya tekankan, inti utamanya bukan menaikkan harga BBM, tapi penyediaan energi murah," kata dia. Nantinya pemerintahan Jokowi jika terpilih akan melakukan fast track pengembangan infrastruktur gas. (Baca: Demi Subsidi BBM, Dana Kemenkeu Dipangkas Rp 3 T)
FAIZ NASHRILLAH