TEMPO.CO, Lumajang - Ratusan warga di lereng Gunung Lemongan menyambut peringatan hari lahir Pancasila dengan nanggap wayang kulit di Paseban Agung Sonyoruri, padepokan spiritual milik Citro Sridono Sasmito alias Subiantoro, 109 tahun, di Desa Papringan, Kecamatan Klakah, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Sabtu malam, 31 Mei 2014. Pagelaran wayang semalam suntuk yang dibawakan oleh dalang Ki Surono Gondo Taruno dari Surabaya itu mengambil cerita Semar Mbangun Kahyangan.
Joko, salah satu kerabat Mbah Citro, mengatakan pagelaran wayang kulit ini rutin digelar setahun sekali atau setiap 31 Mei. Tujuannya, untuk memperingati hari lahir Pancasila. Ratusan warga yang mendatangi ritual hari lahir Pancasila di kaki gunung setinggi 1.676 meter di atas permukaan laut ini tidak hanya datang dari Lumajang. "Undangan paling jauh datang dari Bandung," kata Joko, Minggu, 1 Juni 2014. (Baca: PDIP Minta 1 Juni sebagai Hari Libur Nasional)
Rangkaian acara peringatan hari lahir Pancasila itu, ujar Joko, sudah dimulai sejak Jumat, 30 Mei 2014, yang diawali dengan ritual ratusan oleh petani di kaki Gunung Lemongan. "Ada larung sesaji," kata Joko. Puncak acara peringatan hari lahir Pancasila ini baru digelar pada Sabtu malam, yakni dengan pagelaran wayang kulit semalam suntuk.
Mbah Citro sendiri mengaku lahir di Magetan, 21 Agustus 1902. Bapaknya bernama Surya Adi Wijaya, seorang guru politik pada zaman penjajahan Belanda. Mbah Citro mengaku kenal dengan Bung Karno. "Saya biasa memanggilnya Kusno dan dia manggil saja Bianto," kata Mbah Citro. Ia mengaku kenal pertama kali dengan Soekarno saat berumur 21 tahun. "Saya dikenalkan bapak saya." (Baca: Peringatan Lahirnya Pancasila di Ende)
DAVID PRIYASIDHARTA
Terpopuler
Massa Berjubah Kembali Datangi Rumah Julius
Perubahan Haji Era Anggito
Sangeang Meletus, Dua Bandara Ditutup
Pakar Tata Negara Usulkan Kompilasi UU Pemilu
Kulonprogo Cabut Semua Iklan Rokok di Jalan
Proyek Chevron Terganjal Korupsi SKK Migas
Cari iPhone Hilang, Berteriaklah
Amerika Akui Warganya Jihadis Suriah