TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita mengatakan infrastruktur di Malaysia Timur lebih bagus dibanding Kalimantan. "Oleh karena itu, kami meminta pemerintah segera memindahkan pelabuhan internasional ke luar Jawa sesuai sistem logistik nasional," kata Zaldy kepada Tempo, Senin, 2 Juni 2014.
Ia berharap akan adanya muatan balik jika pelabuhan internasional dipindah ke luar Jawa. Dengan begitu, pengiriman ke luar pulau bisa jauh lebih murah. Zaldy menjelaskan, saat ini biaya logistik ke wilayah perbatasan sangat tinggi. Ia menyebutkan, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 26 / 2012 tentang Cetak Biru Sistem Logistik Nasional, Pelabuhan Kuala Tanjung, Sumatera Utara; dan Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara, ditargetkan menjadi pelabuhan internasional di luar Jawa. "Karena muatan baliknya tidak ada dan infrastrukturnya sangat parah," ujarnya.
Bahkan, Zaldy mengungkapkan, pengiriman barang dari Jakarta menuju Sabah atau Serawak, Malaysia, bisa lebih murah dibanding pengiriman barang dari Jakarta ke Entikong, Kalimantan Barat. (Baca: Kadin Minta Pemerintah Mendatang Fokus ke Timur )
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyebutkan ada perbedaan mendasar dalam kegiatan transaksi perdagangan di wilayah-wilayah perbatasan darat Indonesia. "Untuk Republik Indonesia - Malaysia, kita lebih banyak 'impor'. Penduduk kita di perbatasan membeli barang dari Malaysia," kata Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Susiwijono Moegiarso kepada Tempo, Jumat, 30 Mei 2014.
Adapun masyarakat Indonesia yang wilayahnya berbatasan dengan Papua Nugini dan Timor Leste lebih banyak menjual barang ke luar negeri.
Susiwijono menjelaskan, di Indonesia ada tiga wilayah perbatasan darat, yaitu Entikong-Nanga Badau (Indonesia-Malaysia), Atapupu (Indonesia-Timor Leste) dan Skow Wutung (Indonesia-Papua Nugini).
"Untuk di Atapupu, hampir 90 persen kita menjual barang ke Timor Leste," ucap Susiwijono. Ia menyebutkan komoditas yang dijual antara lain bahan-bahan pokok, mie instan, air mineral, dan bahan-bahan bangunan seperti semen. (Baca:Janji Dua Kandidat Presiden Soal Infrastruktur)
Adapun kendala yang sering terjadi yaitu kebanyakan proses bisnis hanya melibatkan penduduk, bukan perusahaan atau badan usaha. Karen itu, ada kesulitan menggunakan dokumen ekspor dan impor dan dibutuhkan penyesuaian proses pelayanan di perbatasan.
Untuk mengatasi kendala itu, kata Susiwijono, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sedang menyiapkan satu dokumen pemberitahuan pabean atau export and import declaration untuk mengakomodasi kebutuhan perdagangan di perbatasan, sekaligus menyempurnakan dokumen yang selama ini dugunakan. "Yaitu dokumen kartu identitas lintas batas (KILB)," ujar Susiwijono.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga akan menyiapkan tata laksana atau mekanisme pelayanan dan pengawasan ekspor serta impor di perbatasan darat.
MARIA YUNIAR
Terpopuler:
Penghargaan Pluralisme Sultan Didesak untuk Dicabut
Kronologi Penyerangan Rumah Ibadah Kristen Sleman
Jaringan Perempuan Protes Demonstrasi Lempar Bra