TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendesak Pusat Sejarah TNI untuk segera merampungkan dan menerbitkan buku tentang sejarah reformasi TNI-Polri. Bahkan ia memberikan target buku tersebut harus sudah terbit sebelum 5 Oktober 2014.
"Mumpung para pelakunya masih hidup. Nanti jika ada yang salah, mereka bisa langsung protes, sehingga buku itu jadi sejarah yang obyektif," kata SBY di Kementerian Pertahanan, Senin, 2 Juni 2014.
SBY menyatakan sangat khawatir jika buku tersebut baru terbit setelah para pelaku sejarahnya meninggal dunia. Ia mengklaim takut peristiwa sejarah penting dalam tubuh TNI-Polri tersebut akan diputarbalikkan pada masa mendatang demi kepentingan politik karena tak memiliki dokumen otentik dan obyektif. "Saya sudah baca drafnya, dan sangat baik," kata SBY.
Reformasi TNI-Polri dalam kehidupan politik dinilai jadi tonggak penting posisi saat ini, khususnya setiap menjelang pelaksanaan pemilihan umum. Reformasi yang menggugurkan dwifungsi ABRI menjadi dasar netralitas TNI yang sangat penting dalam politik yang demokratis.
"Jangan sampai rusak dan jangan khianati reformasi ini," kata SBY.
SBY sendiri mengklaim sebagai penggagas, konseptor, dan pejuang reformasi TNI-Polri. Ia menyatakan masa-masa tersebut sangat kelam dan berat. Peristiwa itu menjadi perjuangan panjang TNI-Polri untuk mengambil sikap dan posisi seharusnya di kehidupan politik.
Selain sebagai dokumen sejarah, buku tersebut juga dapat menjadi pedoman para perwira dan TNI aktif. TNI-Polri harus bersikap netral secara institusi dan personal. TNI-Polri juga hanya bertugas untuk menjaga dan menjamin keamanan pelaksanaan sehingga damai dan lancar.
FRANSISCO ROSARIANS
Berita Terpopuler:
Sultan Didesak Agar Tegas Selesaikan Intoleransi di DIY
3 Hal Tak Bisa Dilakukan Ahok sebagai Plt Gubernur
Kasus Haji, PPATK: Rekening Anggito Mencurigakan
116 Pegawai Kementerian Agama Masuk Daftar Hitam
Jokowi Ubah Gaya demi Raih Suara