TEMPO.CO, Jakarta - Defisit perdagangan pada April membuat rupiah terjun semakin deras. Level psikologis 12.000 bakal ditembus di jangka pendek.
Analis pasar uang dari PT Bank Mandiri, Reny Eka Putri, mengatakan defisit neraca perdagangan yang jauh di luar ekspektasi pasar membuat rupiah berada dalam fase pelemahan. Sebelumnya, pelaku pasar memperkirakan data neraca perdagangan masih surplus. "Namun, kondisi aktual menunjukkan defisit 1,9 miliar sehingga rupiah melemah tajam," ucapnya.
Di transaksi pasar uang hari Rabu, 4 Juni 2014, rupiah ditutup melemah 80 poin (0,68 persen) ke level 11.890 per dolar Amerika. Rupiah tergelincir lima hari berturut-turut dengan total koreksi 311 poin atau 2,7 persen.
Apalagi Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri telah mengkonfirmasi bahwa kemungkinan defisit perdagangan masih akan terjadi sampai dua bulan ke depan. Ditambah dengan adanya antisipasi tambahan impor untuk menjaga stok pangan menjelang bulan puasa dan hari raya. "Kondisi ini kian menutup harapan pelaku pasar terhadap penguatan rupiah," ujar Reny.
Menurut Reny, pergerakan nilai tukar merupakan cermin dari kondisi fundamental ekonomi yang terjadi di Tanah Air. Bila ekonomi membaik, maka nilai tukar akan membaik pula dan sebaliknya. Oleh karena itu, ruang penguatan rupiah sulit terbuka selama ekonomi terus melambat.
Di sisi lain, Bank Indonesia tampaknya masih ingin membiarkan rupiah bergerak sesuai nilai fundamentalnya. Hal itu terlihat dari belum adanya tindakan operasi pasar yang dilakukan bank sentral sejauh ini. Ada kemungkinan Bank Indonesia baru akan mengambil langkah intervensi apabila rupiah mendekati 12.000.
PDAT | M. AZHAR
Berita lain:
Hal yang Akan Terjadi Jika Jins Tak Pernah Dicuci
Ditabrak Kereta, Direktur BNPB Kritis
Rekening Dana Kampanye Jokowi Hanya Tiga
SBY Sebut Kinerja Sepuluh Kementerian Buruk
PKB Bangkalan Bantah Dukung Prabowo
Gelar 'Revolusi Wangi' Trio Lestari Tanpa Jokowi
10 Langkah Menjaga Ginjal Tetap Sehat