TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Direktur Freeport-McMoran Cooper, Richard C. Adkerson, datang ke Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian di Lapangan Banteng, Jakarta. Richard yang tiba sekitar pukul 11.50 WIB tak mau berkomentar saat ditanya mengenai kedatangannya.
"Saya belum bisa komentar," kata Richard sebelum masuk ke dalam lift kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Rabu, 4 Juni 2014.
Hari ini Kementerian Koordinator Perekonomian tengah menggelar rapat koordinasi terkait relaksasi bea keluar mineral. Rapat yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung itu dihadiri menteri-menteri terkait dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Mahendra Siregar.
Saat ini beberapa perusahaan tambang, seperti PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara, tidak melakukan ekspor karena terhambat aturan kewajiban pemurnian logam di dalam negeri. Berdasarkan aturan itu, perusahaan tambang harus membangun smelter atau pabrik pemurnian logam di dalam negeri supaya diizinkan melakukan ekspor.
Belakangan pemerintah berencana memberikan pelonggaran ekspor hasil tambang. Rencana itu tampaknya bakal terealisasi dalam waktu dekat. Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan pembicaraan antara pemerintah dan dua perusahaan tambang, yakni Freeport dan Newmont, hampir rampung.
Baca Juga:
"Kami melihat pembicaraan di tingkat menteri sudah hampir final untuk masalah penyelesaian ekspor konsentrat tembaga dan emas. Kami kemarin ikut hadir," kata Lutfi, Selasa, 3 Juni 2014.
Menurut Lutfi, jika kedua perusahaan tambang tersebut memiliki komitmen hilirisasi, semestinya pembahasan detail masalah kontrak tersebut sudah bisa rampung pada Senin dan Selasa ini. "Kalau bisa tercapai, Rabu sudah beres dan akan diputuskan di tingkat pimpinan tertinggi, bisa Menteri Koordinator Perekonomian atau menteri terkait," katanya.
Kementerian Perdagangan, kata dia, hanya menunggu keputusan pembahasan di tingkat menteri tersebut. Jika relaksasi bea keluar telah disepakati dan Kementerian Energi sudah mendapatkan komitmen perusahaan untuk melakukan pembangunan smelter, semua bisa segera beres.
"Maka surat izin ekspor atau SPE (surat persetujuan ekspor) bisa segera kami keluarkan dan ini pasti akan memperbaiki neraca perdagangan," ujarnya.
Lutfi menambahkan, tahun lalu ekspor konsentrat untuk emas dan tembaga mencapai US$ 4,5 miliar. Dengan stok yang ada saat ini, kemungkinan ekspor dari kedua perusahaan bisa mencapai US$ 1 miliar. "Kalau bisa dijual dalam waktu dekat, pasti akan memperbaiki neraca perdagangan kita untuk bulan Mei dan Juni," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan ada empat perusahaan, termasuk Freeport dan Newmont, yang telah sepakat membayar uang jaminan pembangunan smelter. Freeport telah setuju menyetorkan US$ 115 juta untuk membangun smelter tembaga, sedangkan Newmont menyiapkan US$ 25 juta.
Dua perusahaan tambang lainnya adalah Sebuku Iron Lateritic yang akan membangun smelter besi dengan dana jaminan sebesar US$ 12,09 juta serta Lumbung Mineral Sentosa, yang mengolah timbal dan seng, akan menyetor dana jaminan US$ 324.785.
Setelah membayar uang jaminan, Freeport dan Newmont akan mendapatkan relaksasi bea keluar ekspor mineral. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK 011/Tahun 2014, bea keluar barang mineral ditetapkan hingga 25 persen.
ANGGA SUKMA WIJAYA
Baca juga:
Hentikan Produksi, Newmont Belum Melapor ke ESDM
Pekan Ini, Pelonggaran Ekspor Tambang Disetujui
Juni, Freeport dan Newmont Bisa Ekspor Mineral
Berita utama:
Obor Rakyat Sebarkan Berita Jokowi Pro Kristen
Prabowo Kalah,Caleg Gerindra Diancam Tak Dilantik
Manipulasi Video Jokowi 'I don't think about that'