TEMPO.CO, Jakarta - Pelemahan dolar Amerika terhadap mata uang utama dunia dimanfaatkan oleh rupiah untuk kembali melanjutkan penguatan.
Di transaksi pasar uang Jumat, 6 Juni 2014, rupiah menguat 23 poin (0,19 persen) ke level 11.837 per dolar Amerika. Rupiah mengikuti apresiasi yang dialami mata uang regional Asia lainnya terhadap safe haven.
Ekonom PT Bank International Indonesia, Juniman, mengatakan dolar melemah setelah bank sentral Eropa (ECB) memutuskan untuk memotong suku bunga acuan dari 0,25 persen ke 0,15 persen dan memperpanjang kebijakan stimulus moneter. "Kebijakan suku bunga rendah dan stimulus kemudian meningkatkan gairah pelaku pasar untuk kembali berinvestasi di pasar modal, termasuk di pasar berkembang."
Pemotongan suku bunga ECB dilakukan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi sekaligus mencegah Eropa kembali ke deflasi. Ditambah dengan penurunan bunga depocit facility hingga minus 0,1 persen, diharapkan dana yang disimpan di perbankan akan keluar dan meningkatkan konsumsi.
Menurut Juniman, respon pasar sangat positif terhadap kebijakan ECB. Ini menandakan bahwa Eropa masih akan meneruskan rezim suku bunga rendah sehingga likuiditas di pasar berkembang akan bertambah. Kini pasar berekspektasi bank sentral Amerika akan menyelaraskan kebijakan moneternya dengan Eropa.
Selain akibat pelemahan dolar, penguatan rupiah juga dipicu dari data internal. Naiknya cadangan devisa Bank Indonesia ke US$ 107 miliar turut meningkatkan kepercayaan pasar terhadap likuiditas di dalam negeri. Apalagi kenaikan cadangan devisa juga diikuti dengan kenaikan portofolio asing di pasar keuangan.
Namun, pasar jangan berharap terlalu banyak atas come back rupiah. "Membengkaknya defisit perdagangan membuat rupiah masih akan berada di level 11.800-11.900 per dolar," tutup Juniman.
PDAT | M. AZHAR