TEMPO.CO, Malang - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan kebutuhan pangan pada masa mendatang akan meningkat tajam. Hal ini menjadi tantangan yang harus dihadapi Indonesia dengan mewujudkan ketahanan pangan.
"Kita ingin pangan di negara kita cukup, bahkan lebih. Kita bisa berswasembada dan memiliki ketahanan pangan yang kuat," kata SBY dalam sambutan pembukaan Pekan Nasional XIV Kontak Tani-Nelayan Andalan (KTNA) di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu, 7 Juni 2014. (Baca: SBY Minta Presiden Mendatang Cinta Petani-Nelayan)
Kehadiran SBY dan istri disambut meriah sekitar 37 ribu petani dan nelayan. Tampak menemani SBY antara lain Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung, Menteri-Sekretaris Negara Sudi Silalahi, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, Menteri Pertanian Suswono, dan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutarjo.
Menurut SBY, produksi pangan yang cukup merupakan salah satu dari tiga sasaran besar yang ingin dicapai untuk mewujudkan ketahanan pangan. Sasaran kedua, kata dia, adalah penghasilan para petani sawah, nelayan, dan petani hutan semakin baik dan meningkat. Sasaran ketiga yakni supaya 240 juta rakyat Indonesia dapat membeli makanan dan mendapatkan kecukupan pangan dengan harga terjangkau.
Menurut SBY, ada lima pihak yang berkepentingan untuk mewujudkan tiga sasaran itu. Pihak pertama, pemerintah pusat dan daerah, termasuk gubernur dan bupati/wali kota. "Dengan cara menyusun dan mengembangkan kebijakan tepat, regulasi tepat, iklim pertanian, perikanan, dan kehutanan tepat, serta iklim investasi yang tepat. Kebijakan pemerintah dalam era globalisasi harus tetap untuk kepentingan nasional, melindungi petani sawah, nelayan, dan petani hutan," ujarnya. (Baca: BPS: Jumlah Petani Berkurang)
Pihak kedua adalah kelompok pakar, peneliti, dan investor di bidang pertanian, perikanan, dan kehutan. Mereka juga harus bekerja keras agar produksi dan produktivitas pangan makin tinggi. Pihak ketiga yaitu dunia usaha. Mereka diharapkan terlibat aktif mengembangkan perdagangan dan industri yang adil atas apa yang dihasilkan petani sawah, nelayan, dan petani hutan untuk kepentingan bersama.
Presiden Republik Indonesia keenam itu mengingatkan, "Dunia usaha tentu memerlukan keuntungan. Tapi ingat, petani sawah, nelayan, dan petani hutan juga memerlukan keuntungan. Jangan sampai mengabaikan kepentingan mereka yang memerlukan taraf hidup dan kesejahteraan."
Pihak keempat adalah komunitas petani sawah, nelayan, dan petani hutan. Mereka harus tetap produktif, menguasai teknologi, berpengetahuan, tahu cara mengatasi hama dan bercocok tanam dalam perubahan iklim, serta hal lainnya. Selain itu, koperasi, usaha kecil dan menengah, serta usaha yang dilakukan petani sawah, nelayan, dan petani hutan juga harus berkembang.
Pihak kelima adalah masyarakat luas. Dalam konteks ini, Yudhoyono menyatakan bumi tidak berkembang, bahkan sebagian lahan kurang subur lagi, karena kesalahan manusia di dunia selama berabad-abad ini. "Oleh karena itu, masyarakat Indonesia dan dunia, janganlah kita rakus, boros, dan mengkonsumsi pangan melebihi kepatutan," tuturnya.
Sebelum berpidato, SBY memberikan sejumlah penghargaan Satya Lencana Pembangunan dan Satya Lencana Wirakarya kepada sejumlah pimpinan daerah dan petani. Para penerima penghargaan ini disebut SBY sebagai teladan untuk memajukan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan.
Satya Lencana Pembangunan dan Satya Lencana Wirakarya diberikan kepada 44 orang. Peraih Satya Lencana Pembangunan antara lain Gubernur Bali Made Mangku Pastika dan M. Dimyati, seorang petani asal Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Satya Lencana Wirakarya diberikan, antara lain, kepada Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, dan Bupati Malang Rendra Kresna. SBY sendiri diberi penghargaan Lencana Adi Bakti Nelayan dan Petani oleh KTNA yang disampaikan Ketua Umum Winarno Tohir.
ABDI PURMONO