TEMPO.CO, Jakarta - Proyek pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) masih menuai gejolak di kalangan warga Fatmawati, Jakarta Selatan. Acong, 70 tahun, pemilik toko lampu di ruko Jalan Raya Fatmawati, mengatakan akan meminta ganti rugi kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. "Kalau NJOP Rp 10 juta, saya maunya ganti rugi Rp 20 juta," kata Acong kepada Tempo pada Ahad, 8 Juni 2014.
Acong mengatakan tidak akan memprotes pembangunan MRT jika pemerintah memberikan ganti rugi yang setimpal. Pasalnya, pembangunan MRT tentu dapat menghambat akses pembeli akibat pengalihan lalu lintas. Pembangunan MRT juga menambah kemacetan di ruas jalan depan rukonya dan mengurangi minat pelanggan yang biasanya berkunjung. (Baca:Urusan Lahan Belum Beres, Proyek MRT Bakal Molor)
Lain halnya dengan Edi Karyanto, 63 tahun, pemilik toko gas elpiji di ruko yang terletak di Jalan Raya Fatmawati. Ia mengatakan siap jika toko sekaligus tempat tinggalnya yang di lantai dua ruko itu akan terganggu dengan pembangunan MRT. "Mau bagaimana lagi. Masak kita mau ngelawan pemerintah. Mau demo seperti dulu juga percuma. Saya ini orang kecil," kata Edi kepada Tempo pada Ahad, 8 Juni 2014.
Meski sejumlah warga yang pernah melayangkan protes kepada pemerintah menanggap pembangunan MRT dapat merugikan pedagang, Edi mengatakan akan tetap menerima dengan lapang dada. "Kalau ngomong takut rugi, ya saya yang penting masih bisa makan. Dapat ganti rugi syukur, kalau enggak dapat ya mau gimana lagi," katanya. (Baca:Proyek MRT, Penggalian Stasiun Bawah Tanah Dimulai )
Awal Mei 2013, warga Fatmawati melayangkan protes pada Jokowi karena pembangunan MRT layang. Mereka menuntut untuk membangun MRT bawah tanah saja daripada MRT layang. Mereka khawatir pembangunan MRT bakal membuat ratusan pemilik dan penyewa toko di sepanjang Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, gulung tikar alias bangkrut.
Alasannya, proyek yang berlangsung sejak tahun ini hingga tujuh tahun ke depan bakal menutup akses transaksi bisnis di sana. Dampak lanjutannya, akan terjadi pemutusan hubungan tenaga kerja terhadap para karyawannya. Toko-toko yang bakal gulung tikar merupakan salah satu bagian dari masalah analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) bila proyek tersebut tidak dibangun di bawah tanah.
APRILIANI GITA FITRIA
Berita lainnya:
Awas, Buang Sampah Sembarangan Bisa Kena Tipiring
Polisi Dalami Dugaan Pelaku Sodomi Baru di JIS
Ahok Ancam Mal yang Tak Masukkan Produk UMKM