TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil mengkritik buruknya pelaksanaan belanja subsidi pupuk tahun anggaran 2013. Besaran anggaran subsidi pupuk dinilai melebihi kebutuhan. Selisih kelebihannya mencapai Rp 498,44 miliar.
Rizal mengatakan utang pemerintah kepada lima BUMN pupuk sebesar Rp 6,63 triliun akibat kurang bayar subsidi setiap tahun merupakan ketidakcermatan pemerintah menghitung nilai subsidi. "Nilai subsidi relatif belum cermat," katanya saat membacakan opini BPK di depan sidang paripurna DPR, Jakarta, Selasa, 10 Juni 2014. (Lihat: Subsidi Pupuk Rawan Diselewengkan)
Baca Juga:
Auditor BPK juga mengumumkan indikasi penetapan ongkos produksi atau harga pokok penjualan (HPP) oleh BUMN diduga kemahalan. "HPP terlalu tinggi," ujarnya. Akibatnya subsidi terus bertambah. Penetapan HPP yang kemahalan itu menguntungkan bagi BUMN pupuk namun merugikan bagi petani dan keuangan negara.
Awal tahun ini pemerintah dihadapkan pada fenomena hujan lebat yang menyebabkan sawah di sentra padi di Jawa terendam banjir. Akibatnya petani melakukan tanam ulang. Tanam ulang ini membutuhkan pupuk bersubsidi. Imbas permintaan petani yang meninggi ini membuat ketersediaan pupuk di akhir tahun bakal menipis. Alasannya alokasi pupuk bersubsidi 2014 hanya 7,78 juta ton lebih kecil ketimbang alokasi 2013 sebesar 9,2 juta ton. Seorang pejabat di Kementerian Pertanian mengatakan penurunan alokasi pupuk bersubsidi akibat BUMN menaikkan HPP.
Ironisnya, di saat petani terancam mengalami kelangkaan pupuk, BUMN pupuk menikmati keuntungan besar. "Perusahaan pupuk skala besar menikmati keuntungan besar yang tidak seharusnya," kata Rizal. (Baca: BUMN Pupuk Menikmati Subsidi Terlalu Besar)
MARTHA THERTINA | AKBAR TRI KURNIAWAN