TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Redaksi tabloid Obor Rakyat Setiyardi Budiono mengenakan kemeja kotak-kotak perpaduan merah dan biru. Baju tersebut mirip dengan baju yang dikenakan calon presiden Joko Widodo saat kampanye.
Menurut Setiyardi, dia sengaja mengenakan baju yang menjadi kekhasan Jokowi itu. Menurut dia, baju tersebut adalah simbol kekecewaannya terhadap pemenang pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012.
"Saya ini warga Jakarta. Saya pilih Jokowi sebagai gubernur, dan mayoritas warga Jakarta begitu, tetapi ditinggalkan," katanya setelah mengisi diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 14 Juni 2014. (Baca: Buat Obor Rakyat, Wartawan Ini Pakai Nama Palsu)
Kekecewaan yang sama antara dirinya dan manyoritas warga Jakarta, ujar Setiyardi, membuatnya berniat menghantam Jokowi. Apalagi terdapat sejumlah informasi yang menambah rasa kecewa itu. Dia mencontohkan, Jokowi sering disebut sebagai calon presiden boneka. Dia meyakini kebenaran informasi itu lantaran Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyebut Jokowi sebagai petugas partai. "Itu hasil kontemplasi saya sebagai jurnalis," tuturnya. (Baca: Buat Obor Rakyat, Wartawan Ini Pakai Nama Palsu)
Obor Rakyat beredar di sejumlah masjid dan pesantren di Pulau Jawa. Dua edisi tabloid itu memuat berita-berita negatif tentang Jokowi. Akibatnya, tim pemenangan calon presiden nomor urut 2 itu melaporkannya ke Badan Pengawas Pemilu dan Markas Besar Kepolisian karena dianggap menyebarkan kampanye gelap. (Baca: Tim Jokowi Laporkan Pimred Obor Rakyat ke Polisi)
Sebelumnya, Ketua Dewan Pers Bagir Manan mengatakan Obor Rakyat tidak layak dikatakan sebagai produk pers. Musababnya, kata Bagir, tabloid itu tidak memiliki badan hukum pers sebagai syarat utama. Selain itu, tutur dia, cara yang ditempuh Obor Bakyat untuk mendapatkan data atau tulisan tidak layak dikatakan sebagai produk jurnalistik karena bersifat menuding dan tanpa memberikan kesempatan kepada tertuduh untuk melakukan klarifikasi.
TRI SUHARMAN
Terpopuler
Keluarga Korban Penculikan Temui Pimpinan DPR
Puasa Perbarui Sistem Kekebalan Tubuh
MA Hukum KPK Bayar Rp 100 Juta