TEMPO.CO, Jakarta - Sidang kasus suap pengurusan sengketa pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan terdakwa Akil Mochtar telah berlangsung lima bulan. Sidang perdana kasus yang menyeret bekas Ketua MK ini dilangsungkan pada 20 Februari 2014. Hari ini, Senin, 16 Juni 2014, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, sidang kasus suap itu dilanjutkan dengan pembacaan tuntutan.
"Berkas tuntutan setebal 2.153 halaman," kata jaksa penuntut umum (JPU) Elly Kusumastuti. (Baca: Sidang Suap, Akil Mochtar: Ini Tuntutan Sandiwara)
Setelah tahap tuntutan ini, Akil akan menghadapi babak terakhir persidangan, yakni sidang pledoi dan putusan. Total saksi yang dihadirkan oleh JPU untuk membuktikan perbuatan Akil sebanyak 119 orang yang terdiri dari 115 saksi fakta dan 4 orang saksi ahli. Sementara itu, pihak Akil Mochtar dan kuasa hukumnya tak pernah menghadirkan saksi a de charge atau saksi yang meringankan.
Akil dicokok KPK pada Rabu malam, 3 Oktober 2013. Saat itu, ditangkap pula anggota DPR dari Golkar, Chairun Nisa, dan seorang pengusaha, Cornelis Nalau. Akil tertangkap basah hendak menerima suap dari Cornelis agar MK menguatkan kemenangan calon bupati Hambit Bintih dalam kasus sengketa pilkada Gunung Mas. Malam itu, Hambit juga ditangkap.
Akil disebut akan dituntut dengan Pasal 12 huruf C Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 6 Ayat 2. Hukuman maksimal pasal-pasal tersebut adalah pidana seumur hidup. Pasal 12 huruf C mengancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Dalam kasus ini, Akil Mochtar dianggap bersalah atas perbuatannya menerima suap saat menjabat hakim MK. Suap itu diduga terkait dengan pemilukada, seperti pemilukada Provinsi Banten, Kabupaten Empat Lawang, Kota Palembang, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Morotai di Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buton di Provinsi Sulawesi Tenggara, dan Jawa Timur.
Selain dituduh menerima suap, Akil juga didakwa dengan pasal tindak pidana pencucian uang. Perusahaan milik istrinya, Ratu Rita, yakni CV Ratu Samagat diduga kuat menjadi tempat Akil menyembunyikan hasil kejahatannya. (Baca: Kronologi Aliran Duit Ratu Atut untuk Akil Mochtar)
NURUL MAHMUDAH
Berita utama
Walhi: Ide Prabowo Ubah Hutan Keliru
Ditodong Uang, Pius Ogah Kampanyekan Prabowo
Cuit Netizen Soal TPID di Debat Capres