TEMPO.CO, Jakarta - Suara musik mengalunkan lagu-lagu Aceh terdengar di ballrom Golf Gallery Pondok Indah, Jakarta Selatan pada Minggu, 15 Juni 2014. Mengiringi para model yang dengan luwes berlenggak-lenggok dalam peragaan busana yang memakai kain Aceh. Peragaan buasana ini menjadi bagian dari acara malam Kesenian Kebudayaan Kerajinan Kuliner dan Keindahan Aceh sekaligus peluncuran buku Aceh Culinary Heritage.
"Saya yakin pecinta kesenian, kerajinan dan kebudayaan akan terpanggil untuk turut melestarikan apa yang dilakukan bidang pemberdayaan perempuan Taman Iskandar Muda, Jakarta dalam acara malam kesenian ini termasuk peragaan busana yang menampilkan keindahan kain Aceh," kata Mari Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.
Baca Juga:
Malam itu, peragaan busana menghadirkan sederetan perancang seperti Amy Atmanto, Etty Ayub, Danar Hadi dan Batik Aceh by Naris. Pada karya Amy Atmanto yang menghadirkan peragaan berjudul Keindahan Kain Tjoet Nyak Dhien melalui koleksi kebaya moderen berbalut kain Aceh.(Baca : Kaftan Elegan Amy Atmanto | -gayahidup- | Tempo.co)
"Aceh bukan hal baru bagi saya, karena sebagian darah saya mengalir dari bumi Tanah Rencong. Daerah ini mewakili sosok keindahan dan kekuatan perempuan yang terwakili dengan keindahan kain-kainnya dan cerita sejarah perjuangan pahlawan wanita, Tjut Nyak Dhien," kata Amy.
Malam itu sebanyak sepuluh koleksi kebaya moderen berbalut kain Aceh rancangan pemilik butik Royal Sulam dan Royal Kaftan itu melalui kebaya panjang, baju kurung, gaun pesta dan sarung dari bahan kain Aceh.
Amy juga mengutip sebuah tulisan yang pernah ditulis oleh Sudirman, peneliti Balai Pelestarian Sejarah & Nilai Tradisional (BPSNT) Aceh, tentang bagiamana asal muasal kebudayaan menenun yang diperkirakan telah ada sejak tahun 5000 sebelum Masehi di negara Mesopotamia dan Mesir. Kebudayaan menenun kain atau sutra Aceh ini kemudian berkembang dan menyebar ke Eropa dan Asia sehingga akhirnya sampai ke Indonesia setelah melalui India, China, dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
"Kemilau kain dari Bumi Tanah Rencong, Aceh sudah terkenal. Dan mengutip sejarahnya Aceh, sutra yang ditenun sudah dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Ulat sutra banyak dibudidayakan di wilayah Aceh dan menurut catatan tertua tentang tenunan sutera di Bumi Tanah Rencong, Aceh terdapat dalam sebuah kitab Sung sekitar abad ke-10 dan ke-11 dengan menyebutkan tentang produksi sutra di Pidie," kata dia.
Amy meyakini Pidie merupakan daerah penghasil sutra pada permulaan abad ke-16 yang sebagian besar sutranya saat itu dikirim ke berbagai wilayah di India. Kemudian melalui jalur perdagangan dengan orang-orang Belanda dan Prancis yang berkunjung ke Aceh mengakui kain sutra Pidie yang sangat berharga dibanding kain tenun yang ada di seluruh Sumatera di masa itu.
"Menurut sejarah, abad 17 merupakan kejayaan banyak sutra yang diproduksi di pusat kesultanan Aceh," ujar dia.
Malam itu, Amy menyajikan rancangan memakain kain Aceh yang sarat makna seperti kain dengan pintu Aceh yang terinspirasi dari pintu Ka'bah di Mekah. Amy menerangkan dalam setiap helaian kain atau tenun Aceh memiliki filosofi Islami, tradisi dan kebudayaan Aceh yang tercermin di dalamnya.
"Pada motif pucuk rebung misalnya mewakili tradisi masyarakat Aceh yakni makanan favorit orang Aceh, juga motif bunga cempaka yang menjadi ciri khas Aceh," kata Amy yang menyajikan warna-warna khas Aceh yang dinilainya selaras dengan tren warna dunia, yang cenderung terang atau neon color seperti warna emas, perak dan kuning.
Dalam rancangan ini Amy juga menuturkan semangat pejuang Tjut Nyak Dhien yang dinilainya menggambarkan kekuatan dan keindahan sosok wanita Aceh. "Ibaratnya wanita Aceh itu bisa mempesona melalui tugasnya menenun kain-kain, membuat perhiasan indah, memasak menu yang enak, terkenal dan mendunia. Di sisi lain, ada semangat yang melambangkan betapa kuat dan perkasanya kaum Hawa Aceh tercermin dari semangat pahlawan Tjut Nyak Dhien," ujar Amy.
Meutia Azwar Ibrahim, Ketua Bidang Pemberdayaan PerempuanTaman Iskandar Muda -sebuah paguyuban tempat berkumpulnya masyarakat Aceh yang berdomisili di Jakarta yang sudah aktif selama 60 tahun, mengatakan peragaan busana malam ini melengkapi keragaman dan keindahan kesenian, kerajianan dan kebudayaan Aceh.
"Seperti peragaan busana Amy Atmanto yang memakai kain Aceh tapi mengemaskan sangat moderen. Menjadi ajakan ketertarikan banyak pihak termasuk kaum muda karena dirancang dengan gaya modern dan global," kata Meutia.
HADRIANI P
Berita Terpopuler
Gerai Roti Eric Kayser Resmi Dibuka di Jakarta
Eric Kayser Pamer Kebolehan Membuat Baguette
TCTA 2014, Penghargaan untuk Pariwisata Indonesia
Dalam 24 jam, Wong Hang Bikin Jas Khusus