TEMPO.CO , Jakarta: Calon Presiden dari poros Partai Gerindra, Prabowo Subianto, dan tim ekonominya diminta untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan kebocoran anggaran Rp 1.000 triliun yang terjadi tiap tahun.
“Bila yang dimaksud adalah kebocoran potensi pendapatan negara, hitung-hitungannya harus jelas,” ujar Direktur Eksekutif dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, ketika dihubungi, Rabu, 18 Juni 2014.
Menurut dia, penjelasan dari tim ekonomi tersebut mutlak diberikan terlebih karena sebelumnya pernyataan tersebut disampaikan dalam ajang debat calon presiden yang disaksikan oleh mayoritas calon pemilih. "Debat ini kan forum penting. Seharusnya ditampilkan secara akurat," kata Enny. (Baca: Prabowo Sebut Anggaran Bocor, Menkeu Emoh Tanggapi)
Sebelumnya, dalam debat calon presiden yang disiarkan langsung oleh Metro TV itu, Prabowo Subianto menekankan penghentian kebocoran kekayaan ekonomi bangsa. "Tim pakar Prabowo menilai kekayaan Indoesia yang bocor mencapai Rp 1.000 triliun per tahun," kata Prabowo pada Ahad lalu.
Prabowo menggunakan data Komisi Pemberantasan Korupsi yang mencatat kebocoran kekayaan negara mencapai Rp 7.200 triliun per tahun. "Rp 1.000 triliun yang kami gunakan saja sudah besar," katanya saat itu. Nah, untuk menghindari kebocoran kekayaan tersebut, Prabowo mengatakan akan berhemat, memangkas dan mengalirkan ekonomi yang bersifat kerakyatan. (Baca: Bocor Rp 1.000 Triliun, Jokowi Sindir Hatta Rajasa)
Lebih jauh, Enny menilai kebocoran anggaran sebesar Rp 1000 triliun tak masuk akal. Pasalnya, anggaran pendapatan negara tiap tahun hanya sekitar Rp 1.800 triliun.
"Persoalannya ini yang ngomong politisi," tuturnya.
Enny menduga yang dimaksud Prabowo dengan kebocoran anggaran adalah kebocoran potensi penerimaan negara. "Potensi kehilangan penerimaan dari pajak dan pengelolaan sumber daya alam iya. Walaupun saya belum setuju angkanya," ucapnya.
Saat ini, menurut dia, penerimaan pajak negara memang belum optimal karena rasio pajaknya hanya 12 persen. Padahal Indonesia mempunyai instrumen pajak yang rumit dari pajak pertambahan nilai, pajak penghasilan, sampai pajak bumi bangunan.
Pembayaran royalti kurang dari 5 persendalam pengelolaan sumber daya alam dan kontrak sharing yang rendah juga jadi sumber hilangnya potensi pendapatan negara per tahun. "Penerimaan pajak perorangan hanya 30 persen dari pendapatan pajak kita," kata Enny.
Menurut Enny, orang-orang kaya Indonesia yang penghasilannya di atas Rp 500 juta per bulan seharusnya dikenakan pajak penghasilan progresif hingga 30 persen. Mereka, kata Enny, aset kekayaannya kebanyakan tak bisa dihitung.
"Tapi pendapatan pajak perorangan hanya Rp 100 triliun.”
KHAIRUL ANAM
Berita terpopuler:
Utang Luar Negeri RI Naik Jadi Rp 3.300 Triliun
Urus Pengembang Nakal, Kemenpera Gaet Polisi
15 Mal Jakarta Gelar Midnight Sale di Akhir Pekan
191 Pengembang Nakal Dilaporkan ke Polisi