TEMPO.CO, Solo - Calon presiden dari poros koalisi PDI Perjuangan, Joko Widodo, mengatakan dirinya setuju jika kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan Prabowo Subianto kembali diusut. "Lebih baik kalau semuanya itu jelas gitu lho," katanya seusai menghadiri dialog dengan tokoh Muhammadiyah di Solo, Jumat, 20 Juni 2014.
Tapi, Jokowi mengatakan pengusutan kasus pelanggaran HAM ini tidak harus dilakukan melalui pengadilan Ad Hoc HAM. Menurut dia pengadilan Ad Hoc tersebut sudah dianulir oleh Mahkamah Konstitusi. Gubernur DKI Jakarta nonaktif ini, menilai rekonsiliasi politik bisa menjadi alternatif cara untuk menyelesaikan kasus tersebut. "Harus jelas, bisa melalui rekonsiliasi, tapi yang penting kasus ini harus jelas," katanya.
Mantan Wali Kota Solo ini yakin kasus ini bisa diperjelas, pasalnya, banyak pelaku dan saksi yang masih hidup. "Harusnya bisa terbuka, pelaku-pelakunya sekarang kan masih ada semua," katanya. (Baca: Sixteen 8 Bantah Usir Tim Jokowi dan Pengusaha)
Kemarin, mantan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Jenderal (Purnawirawan) Wiranto, mengatakan bahwa Dewan Kehormatan Perwira (DKP) nyata-nyata membuktikan Prabowo Subianto terbukti terlibat dalam kasus penculikan. Menurut dia, Prabowo memang diberhentikan secara tidak hormat. (Baca: Puan: Obor Rakyat Tak Gerus Elektabilitas Jokowi)
Wiranto menuturkan bukan sesuatu yang baru bila Panglima TNI membentuk DKP untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang melibatkan personelnya. Sebab, saat itu belum ada Undang-Undang HAM untuk menyelesaikan kasus pelanggaran. Dia mencontohkan, tahun 1950-an, Menteri Pertahanan Hamengku Buwono IX membentuk DKP untuk menuntaskan pemberontakan Permesta.
ANANDA TERESIA
Berita Terpopuler:
KPK Berencana Tempuh Jalur Hukum Soal Transkrip
Gang Dolly dan Tragedi Berdarah Sumiarsih
Tolak Fitnah, Banyu Biru Sebar Tabloid Jokowi-JK
Kolom Agama di KTP, Pengamat Sepakat Musdah Mulia