TEMPO.CO, Surakarta - Penyelenggaraan Solo Batik Carnival (SBC) ke-7 diawali pentas kolosal Wahyu Tumurun di Stadion R. Maladi Sriwedari, Surakarta, Jawa Tengah, Ahad, 22 Januari 2014. Pentas itu menggabungkan drama, tari, musik, dan karnaval.
Pentas didukung 4 aktor, 20 pemusik, 160 penari, dan 150 prajurit. Inti cerita berkutat pada ego tiga motif batik, yaitu sidomukti, buketan, dan truntum. Masing-masing mengklaim sebagai motif yang paling berharga.
Sidomukti menganggap yang terpenting adalah kehidupan bahagia dan dihormati di masyarakat. Sedangkan buketan menilai yang paling penting adalah kemakmuran, sementara truntum berpendapat keagungan jauh lebih penting.
Masing-masing mempertahankan pendapatnya hingga terjadi pertempuran. Lalu datang Wahyu Tumurun yang mendamaikan ketiganya dan menyarankan untuk bersatu. Sebab, dengan bersatu, merekan akan menjadi kekuatan yang lebih baik.
Pentas Wahyu Tumurun mengawali acara SBC ke-7 yang mengambil tema "Majestic Treasure". Ketua panitia SBC ke-7, Susanto, mengatakan penyelenggaraan kali ini menampilkan motif dasar batik. “Batik tidak hanya pakaian. Tapi juga mengandung makna kebaikan, tatanan, dan tuntutan hidup. Ini yang membedakan batik Indonesia dengan negara lain,” katanya.
Hajatan kali ini diikuti 725 orang yang terdiri atas peserta berkostum SBC, prajurit, penari, serta peserta tamu dari Kalimantan Timur. Juga pemusik dan penggembira. Setelah berpentas di Stadion R. Maladi Sriwedari, mereka juga berpawai menyusuri Jalan Slamet Riyadi hingga panggung kehormatan di Jalan Jenderal Sudirman.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu mengaku terkesan akan penyelenggaraan SBC sejak yang pertama pada 2008 hingga tahun ini. “Tiap tahun saya datang. Dan makin lama makin bagus,” ucapnya.
Dia berharap suatu saat nanti SBC bisa menyamai karnaval Rio di Brasil. Dia menilai SBC punya potensi untuk mendunia, sebab memiliki batik sebagai harta karun. “Batik harus diapresiasi. Salah satu caranya dengan dibuat hidup dan disesuaikan dengan masa kini,” katanya.
Dia menilai penyelenggaraan karnaval batik membuat batik semakin dikenal. Batik tidak hanya dikenal sebagai kain indah, tapi ada makna filosofinya. “Sekarang sudah ada 23 kota yang mengadakan karnaval. Bisa jadi nantinya kita menjadi negara dengan banyak karnaval,” ucapnya.
UKKY PRIMARTANTYO