TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Universitas Indonesia, Anton Gunawan, meragukan rencana kedua calon presiden untuk membuat bank tani dan nelayan serta bank infrastruktur tak realistis. Musababnya, selain membutuhkan biaya yang besar, peran tersebut masih dapat dilakukan oleh bank yang ada saat ini. “Bank infrastruktur itu mahal dan sulit,” kata Anton saat dihubungi, Ahad, 22 Juni 2014.
Untuk bidang infrastruktur, Anton mengatakan, hambatannya tak hanya pada pendanaan. “Seharusnya fokus juga membereskan hambatan lain,” tuturnya. Salah satu hambatan yang paling krusial adalah bidang nonkomersial. (Baca: Calon Presiden Andalkan Kampanye Program Pertanian)
Hambatan nonkomersial itu, di antaranya, berupa berlarutnya birokrasi dalam hal perizinan dan seringnya perubahan kebijakan tarif seperti tarif tol. “Kalau itu bisa dibuat konsisten, baru bisa berkembang,” ucap Anton.
Pendirian bank-bank baru, seperti rencana kedua capres, dinilai hanya akan mempergemuk struktur perbankan yang bisa berujung pada sektor perbankan yang terabaikan.
Ia mencontohkan Bank Pembangunan Indonesia yang semula dikhususkan membantu pembangunan nasional melalui pembiayaan jangka menengah dan jangka panjang pada sektor manufaktur, transportasi, dan pariwisata.
Selain itu, ada Bank Bumi Daya yang didirikan untuk membantu kredit petani. Ada pula Bank Dagang Negara yang membiayai sektor industri dan pertambangan. “Lihat, kan, bagaimana ending-nya, tuh?” kata Anton. (Baca: Ekonom: Perilaku Perbankan Indonesia Mirip Kartel)
Jika dalam bidang infrastruktur harus ada pembenahan nonkomersial untuk bidang pembiayaan, menurut dia, harus ada pengaturan mobilisasi dana. Salah satunya dengan menggenjot kerja sama perbankan dengan PT Pos Indonesia.
TRI ARTINING PUTRI
Berita terpopuler:
Pengunjung Harapkan Enam Kali Midnight Sale Setahun
Libur Sekolah, Taman Rekreasi Banjir Pengunjung
Naiknya Harga Minyak Diprediksi Hingga Akhir Tahun
Organda Meragukan Pantura Rampung Akhir Juni