TEMPO.CO, Jakarta - Mujur Panjaitan, 40 tahun, sangat mujur nasibnya. Terombang-ambing selama tiga hari di lautan lepas, dia akhirnya selamat. Mujur merupakan nakhoda kapal bagan yang tenggelam di perairan Mentawai pada Rabu, 18 Juni 2014. Dia bersama 16 anak buah kapalnya berangkat dari Tempat Pelelangan Ikan Sibolga, Sumatera Utara, pada Ahad, 15 Juni 2014.
Kapal bernama lambung Mirage GT28 yang dinakhodainya diterjang badai di sekitar perairan Pulau Pini. "Kami cabut jangkar dan mencari pelampung," kata Mujur saat ditemui di Rumah Sakit M. Djamil, Padang, Sumatera Barat, Rabu, 25 Juni 2014.
Namun angin dari barat sangat kencang dan gelombang makin besar. Air mulai masuk ke kapal. Dia bersama awaknya pun menimba air. "Pompa rusak. Kami tak sanggup lagi menimba. Tiba-tiba kapal karam," ujar ayah tiga anak ini.
Semua awak terpencar. Mujur bersama empat awaknya berada di satu kelompok. Mereka meraih kotak fiber penyimpan ikan untuk bertahan di laut lepas. Lalu, secara bergantian, mereka mengayuh fiber itu menuju tepi pantai, tanpa makan dan minum.
"Saat itu kami berada di tengah lautan yang dalam. Hanya laut lepas yang keliatan. Antara perairan Padang dan Mentawailah," ujarnya.
Baca Juga:
Saat di laut lepas itu, penyakit asam urat Mujur kambuh. Kakinya keram. Namun ia tetap bertahan, mencoba mengayuh dengan tangan sebelah.
Sebagai nakhoda, Mujur tetap menyemangati awaknya agar tidak menyerah dan terus berjuang untuk mencapai daratan. "Jika mau hidup, ayo terus kayuh," tuturnya menyemangati awaknya saat itu.
Semangat Mujur timbul saat teringat kisah temannya yang berhasil bertahan hidup seminggu di laut lepas, tanpa makan dan minum. Cerita itu memberi kekuatan Mujur untuk tetap berusaha menuju tepi pantai. Meskipun mereka dikelilingi ikan-ikan besar di tengah laut.
Sesekali jika ada kapal melintas, kapal tangker dan kapal cargo, mereka berusaha melambaikan tangan untuk menarik perhatian awak kapal. "Tapi mereka terus melaju," ujarnya.
Sekitar 2 mil sebelum tepi Pantai Siberut, ada kapal nelayan yang membantu mereka. "Kekuasaan Tuhan selamatkan kami," ujarnya. Saat tiba di tepi pantai, mereka diberi makan dan pakaian oleh masyarakat setempat.
Mujur mengaku tak melihat ada tanda-tanda akan terjadi badai. Pria yang telah 20 tahun melaut ini memang paham tanda-tanda akan datangnya badai di laut. "Saya heran, tak ada tanda-tanda itu," ujarnya.
Selain Mujur dan empat awak yang menjadi satu kelompok, sepuluh orang korban lainnya juga ditemukan selamat. Tiga orang ditemukan nelayan yang sedang melintasi kawasan perairan Pulau Pini. Dan lima awak ditemukan nelayan di antara perairan Pantai Tiku dan Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, pada Ahad, 22 Juni 2014.
"Kemarin ditemukan dua orang lagi dalam keadaan selamat. Jadi total yang selamat 15 orang," ujar Kepala Jaga Harian Kantor SAR Padang Zulfahmi, Rabu, 25 Juni 2014.
ANDRI EL FARUQI
Berita Terpopuler:
Gubernur Sumut Tantang Jurnalis Adu Fisik
LPSK Sarankan Wiranto Mengadu ke Polisi
Menteri Hukum Pertanyakan Gelar Sarjana Hukum Akil
Ahmad Dhani Ubah Lagu Queen untuk Prabowo