TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) Rima Novianti mendukung implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang di pelabuhan. Meski begitu, menurut Rima, Pelindo butuh waktu untuk menjelaskan kepada para pengguna jasa, terutama dalam perdagangan internasional.
"Kita akan mengikuti regulasi untuk konversi dari dolar ke rupiah. Tapi kami butuh waktu untuk menjelaskan kepada konsumen," kata Rima kepada Tempo, Ahad, 29 Juni 2014. (Baca: Transaksi Rupiah, Pemerintah Harus Beri Contoh)
Menurut Rima, ekspor dan impor yang dilakukan di pelabuhan tidak bisa dialihkan tiba-tiba dengan memakai rupiah. "Karena, misalnya, ekspor-impor relasi Jakarta-Hongkong, Jakarta-Brasil, tentu semua menggunakan dolar. Dari shipping line, transaksinya pasti pakai dolar."
Ia menuturkan transaksi yang menggunakan dolar antara lain pembelian bahan bakar minyak, suku cadang, dan container handling atau bongkar muat peti kemas. "Setiap kapal yang akan bersandar harus membayar ke shipping line. Biaya tarif container handling yakni US$ 83," ujar Rima.
Implementasi konversi transaksi dari dolar ke rupiah ini, tutur Rima, seharusnya tidak ditekankan untuk aktivitas di pelabuhan saja. "Ini harus diterapkan di semua sektor. Coba saja cek biaya cas tiket penerbangan, pasti masih menggunaka dolar," kata Rima.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan pihaknya akan mensosialisasikan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dalam undang-undang tersebut, ujar dia, terdapat larangan menggunakan mata uang selain rupiah untuk transaksi dalam negeri. Sedangkan yang terjadi saat ini, tutur Mirza, masih banyak transaksi dalam negeri menggunakan dolar Amerika. "Itu ada sanksi pidananya." (Baca: BI Larang Transaksi Dolar di Dalam Negeri)
PUTRI ADITYOWATI