TEMPO.CO, Surabaya -Ketua Panitia Pengawas Pemilu Surabaya Wahyu Haryadi mengatakan ada kerawanan yang perlu diwaspadai selama Pemilu Presiden 9 Juli 2014. “Terutama terkait dengan pendistribusian undangan dan keberadaan saksi," kata Wahyu dalam jumpa pers di Kantor Humas Pemerintah Kota Surabaya, Selasa, 1 Juli 2014.
Wahyu mengatakan kerawanan yang biasa terjadi adalah belum terdistribusikannya formulir undangan C6. Padahal berdasarkan undang-undang, undangan harus sudah diterima paling lambat H-3. Tapi seringkali undangan baru dibagikan H-1. Dengan waktu yang sangat mepet, undangan dikhawatirkan tidak akan diterima oleh 2.017.450 pemilih Surabaya tepat waktu.
Keberadaan saksi juga menjadi hal rawan yang dicermati Panwas. Masing-masing pasangan calon hanya boleh memberikan mandat kepada satu orang saksi di satu tempat pemungutan suara. Sehingga tim pasangan calon saling berebut saksi. "Jangan sampai rebutan siapa yang jadi saksi," ujarnya.
Selain itu, belum terdaftarnya pemilih di daftar pemilih khusus (DPK) dan daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) juga seringkali menimbulkan persoalan saat Pemilu. Mereka yang sebelumnya tidak terdaftar di mana pun, tapi meminta untuk nyoblos. Karena itu, Panwas nenghimbau kepada masyarakat untuk mengurus surat pindah pilih (A5) atau memberitahu lebih dulu ke panitia pemungutan suara terdekat.
Kerawanan lain yang dicatat Panwas adalah pencoretan pada saat penghitungan suara. Sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum No 16 Tahun 2014 disebutkan jika terjadi salah penghitungan, cukup mencoret angka yang salah sebanyak 2 kali. Faktanya, panitia sering menghapus angka dengan type-x atau mencoret penuh angka yang salah. "Ini bisa menimbulkan multitafsir terutama ketika mengisi formulis C1 plano," katanya.
AGITA SUKMA LISTYANTI