TEMPO.CO, Jakarta -Keberhasilan pemerintah merenegosiasi harga gas Tangguh ke Fujian, Cina, mendongkrak potensi penerimaan negara. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik mengatakan, kenaikan pendapatan bisa melonjak hingga tiga kali lipat. "Ada potensi kenaikan pendapatan negara sekitar 300 persen setelah harga baru gas Tangguh berlaku per 1 Juli ini," katanya saat ditemui di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pada Selasa, 1 Juli 2014.
Kenaikan itu, kata Jero, berasal dari kalkulasi harga lama gas Tangguh yang dibanderol US$ 3,3 per MMBTU dan kini harga baru mencapai US$ 8 per MMBTU. "Potensi pendapatan semula dengan harga gas lama hanya US$ 5,2 miliar kini meningkat menjadi US$ 20,9 miliar atau setara dengan Rp 251 triliun dari harga baru gas Tangguh," katanya.
Pemerintah sukses melakukan negosiasi ulang harga gas Tangguh. Harga akan naik secara bertahap dari US$ 8 MMBTU menjadi US$ 10,3 per MMBTU pada 2015, dan US$ 12 per MMBTU pada 2016. Adapun pada 2017, harga gas mencapai US$ 13,3 pada 2017 dengan patokan harga minyak mentah di Japan Crude Cocktail berkisar US 100 per barel.
Harga tersebut berpeluang naik secara bertahap mengingat harga minyak mentah dunia yang cenderung mengalami kenaikan harga. "Melihat tren harga minyak sangat mustahil untuk turun sehingga ada peluang juga harga gas Tangguh naik ketika pintu renegosiasi dibuka kembali pada 2018," katanya.
RAYMUNDUS RIKANG R.W
Terpopuler:
Titiek: Keluarga Cendana 100% Dukung Prabowo-Hatta
Politikus Ini Masih Sakit Hati kepada Demokrat
Gunung Sinabung Meletus, Tidak Ada Korban Jiwa